Sabtu 30 Agustus 2014 lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyeru untuk memperkuat semangat kerukunan dan toleransi, di tengah keberagaman budaya masyarakat Indonesia. Berbagai budaya dan adat istiadat ini juga membentuk berbagai komunitas di dalam masyarakat, salah satu diantaranya adalah komunitas masyarakat Tionghoa, yang telah ratusan tahun menjadi bagian dari Indonesia. Dengan semangat Bhineka Tunggal Ika, Presiden SBY mengajak seluruh lapisan masyarakat Indonesia untuk senantiasa bersatu, saling menghormati, dan bekerjasama memajukan bangsa Indonesia.
ketika itu Presiden SBY yang hari ini berulang tahun ke-65 itu hadir untuk meresmikan berdirinya museum Hakka dan Museum Tionghoa Indonesia di Taman Mini Indonesia Indah,sebagai bukti komitmen beliau terhadap perlindungan negara dan perlakuan setara tanpa diskriminasi bagi kaum minoritas dalam kelompok ras dan etnis. Telah lama, masyarakat Tionghoa banyak mengalami diskriminasi yang entah sengaja atau tidak sengaja telah larut dalam keseharian sosial dan kultur Indonesia. Pembiaran yang berlangsung puluhan tahun lamanya membuat stereotipe terhadap hak mereka makin kokoh dalam pola pikir dan perspektif Manusia Indonesia. Kita merasa biasa ketika mendengar seorang warga Tionghoa dulu agak sulit memperoleh KTP, kini tentu tidak lagi, mereka juga harus mengurus surat resmi penggantian nama, sehingga nama asli sesuai budaya leluhur mereka dalam kata bahasa asli Tionghoa seolah haram di bumi Indonesia, belum lagi cercaan dan makian "ah dasar loe cina" yang sebenarnya amat kasar dan melukai perasaan mereka. Namun hal-hal seperti itu seolah hal lumrah di telinga masyarakat Indonesia non-Tionghoa. Kepekaan terhadap hal-hal seperti itu hanya dapat tumbuh ketika seorang individu menanamkan dalam jiwanya rasa saling menghargai dan menerima keberagaman Indonesia sebagai suatu keniscayaan. Kita semua sama dan sejajar, layak diperlakukan sama di hadapan hukum sebagai warga bangsa Indonesia.Syukurlah kini berbagai perangkat undang-undang anti diskriminasi telah disusun pemerintah dan berlaku memayungi persoalan diskriminasi dan perasaan anti rasial yang dahulu kala banyak menyala di dada dan perspektif sebagian masyarakat Indonesia.
Bangga rasanya, mengetahui pada peresmian museum Hakka dan museum Tionghoa itu, Presiden SBY berjumpa dan berbincang-bincang dengan duta besar RRT untuk Indonesia, Xie Feng. “yesterday you were also in Bali, I have a good personal relations with the president and PM, we share a lot of value. Our task is to preserve those values, to be implemented in diverse country Indonesia” Ucap Presiden. Lebih lanjut Presiden SBY menekankan bahwa Hakka adalah bagian dari Indonesia yang turut berjuang menanamkan nilai-nilai persatuan di tengah keberagaman dengan semangat persaudaraan dan nasionalisme. Presiden juga menyampaikan ucapan terima kasih untuk karya dan sumbangsih kaum Tionghoa, sejak masa kolonial hingga masa kemerdekaan, dan masa kini Indonesia yang turut mewarnai prestasi serta kemajuan negeri ini. Presiden SBY juga menyampaikan rasa terharunya karena menerima piagam penghargaan sebagai ketua umum kehormatan abadi perkumpulan Hakka Indonesia. Presiden SBY juga memperoleh kenang-kenangan sebuah karya seni berupa lukisan bergambar Presiden SBY yang memancarkan keteguhan hati seorang pemimpin, sekaligus merupakan tanda terima kasih oleh masyarakat Indonesia kepada Presiden SBY.
Di hari itu, pemimpin negeri ini disuguhi persembahan tarian Sekar Jagat dan pertunjukan Barongsai, Presiden SBY membunyikan gong lima kali dan menandatangani prasasti sebagai tanda peresmian museum Tionghoa tersebut. Gedung Museum Hakka Indonesia memiliki 3 ruangan pamer yang diperuntukan untuk Museum Tionghoa Indonesia, Museum Hakka Indonesia, dan Museum Yongding Hakka Indonesia. Museum dibuka dari Selasa-Minggu pukul 09.00-16.00 WIB, namun tutup pada hari Senin. Museum ini dibangun untuk memberi inspirasi masyarakat tentang kerja keras masyarakat Tionghoa (orang Hakka) yang di zaman dahulu meninggalkan kampung halaman di Tiongkok Selatan karena peperangan dan bencana alam ke nusantara, lalu bekerja dan ikut berkontribusi bersama dengan etnis lainnya membangun Indonesia. Museum ini juga mencatat partisipasi pemuda Tionghoa dalam Sumpah Pemuda 1928. Setelah Indonesia merdeka, masyarakat Tionghoa berkontribusi di bidang militer, pemerintahan, budaya, olahraga dan kesenian.
Presiden juga mengunjungi bagian dalam dan ruang pamer museum tersebut. Dengan tekun, Presiden SBY memperhatikan runtutan display mengenai sejarah kedatangan kelompok Tionghoa ke Indonesia, perjalanan Ceng Ho menyebarkan agama Islam, aktivitas orang Tionghoa di masa kolonial, berbagai aktivitas ekonomi kaum Tionghoa dalam berbagai profesi. Juga pajangan foto-foto yang mengabadikan momen-momen bersejarah bangsa Tiongkok di masa kolonial, Perjuangan kaum Tionghoa turut mengisi kemerdekaan RI, dan menjadi kebanggaan Indonesia, seperti prestasi para atlet Susi Susanti dan Liem Swie King, Juga foto para birokrat dan pejabat negara dari etnis Tionghoa, dua diantaranya adalah Menparekraf Marie Elka Pangestu dan Wagub DKI Basuki .T. (Ahok). Selain itu juga dipamerkan produk budaya Tionghoa dalam bentuk kain batik, pakaian khas Tionghoa, maket rumah tradisional,cincin batu dll.
Presiden SBY menilai bahwa komunitas Hakka senang belajar dan memiliki pengetahuan yang baik yang merupakan modal keberhasilan. Mereka juga dikenal sebagai komunitas yang rajin, ulet dan senang bekerja keras. Presiden berharap etos kerja yang positif tersebut dapat disemai ke seluruh rakyat Indonesia, agar masa depan negeri ini semakin baik. Dengan mempertahankan nilai luhur maka Hakka dapat terus berkontribusi positif bagi Indonesia.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H