Judul di atas cukup memprovokasi kan?hahaha..
Selama dulu magang di sebuah LBH dan sampai saat ini, dimana saya bekerja di sebuah firma hukum, saya sering menjumpai kasus perceraian. Kebanyakan materi kasus sama, tentang penetapan perceraian itu sendiri, hak asuh anak dan soal tunjangan. Karena perceraian dan pembagian harta gono-gini adalah perkara yang terpisah, materi mengenai uang biasanya hanya soal berapa tunjangan yang harus diberikan oleh pihak suami kepada pihak istri.
Pada umumnya seperti itu. istri mendapat hak asuh, ayah memberi tunjangan yang secara fungsional terutama untuk kehidupan dan pendidikan sang anak sampai sang anak dewasa.
tapi yang menarik, buat saya adalah soal perebutan hak asuh anak, saya tidak bisa meng-generalisasi-kan perkara perceraian yang ada, tapi entah kenapa kalau sudah hak asuh anak pastilah kedua belah pihak (suami dan istri) jadi lebih seperti musuh besar, cerita keduanya bisa saling memberatkan lawannya. daripada memberi simpati pada hakim, yang ada malah jadi membingungkan.
Hakim sendiripun dalam posisi seperti itu paling2 berpegang pada peraturan perundang2an yang ada dan berharap dalam proses persidangan dan bukti2 yang ada, dia bisa memiliki pandangan yang obyektif soal siapa yang lebih kompeten untuk mendapat hak asuh anak. Langkah yang cukup logis menurut saya, soalnya siapa sih yang tahu soal urusan dapur rumah tangga orang lain? saudara atau teman dekat saja belum tentu tahu apalagi sang hakim yang baru ketemu dengan pasangan itu waktu keadaannya sudah carut marut??
Hal yang paling mengesalkan buat saya adalah ketika entah ayah atau ibunya saling "menculik" anaknya, atau ketika anaknya ditanya apakah dia memilih ikut ayahnya atau ibunya? Menurut saya itu pertanyaan bodoh.
Menurut saya, pernikahan tidak didesain untuk perceraian, makanya kalau mau nikah itu harus hati2, jangan terlalu naif. Anak ketika dilahirkan sampai ketika diminta memilih ikut bapaknya atau ibunya yang akan berpisah akan bingung untuk memilih karena bagaimanapun selama ini sang anak toh hidup bersama dengan ayah dan ibunya dan memang ibu dan ayahnya memiliki peran yang berbeda yang saling melengkapi dalam proses tumbuh kembang anak.
Kalian kira memilih itu mudah?
kalau misalnya tiba2 sang anak merasa pilihannya salah untuk mengikuti salah satu, maka yang terjadi adalah sang anak mungkin akan merasa tidak percaya diri dan menjadi takut mengambil keputusan. hasilnya bisa berbeda2 namun penyebabnya tetap sama, bagaimanapun sang anak tidak ingin orangtuanya ketika berpisah menjadi bermusuhan. Akan lebih baik ketika orangtua berpisah, sang anak dibimbing agar kehidupan serta pikirannya tidak terbebani oleh perpisahan kedua orangtuanya karena memang itu bukanlah hal yang perlu untuk dipikirkan saat ini. Lebih jauh lagi, paling tidak ketika memutuskan berpisah orang tua harus membuat suatu komitmen untuk mengusahakan yang terbaik bagi anak, karena bagaimanapun ada sebuah keterikatan emosi yang sulit untuk dijelaskan antara anak dengan orang tuanya yang sulit untuk dilepaskan apalagi "dipaksa" untuk dilepaskan
ANAK BUKANLAH PIALA. JANGAN PERLAKUKAN MEREKA UNTUK MENUNJUKKAN PADA DUNIA SIAPA YANG PALING BENAR DIANTARA KALIAN. Apalagi pakai melarang untuk bertemu dengan ayah atau ibunya. Karena, suka atau tidak, anak yang menghadapi perpisahan kedua orangtuanya mungkin akan mengalami suatu gangguan dalam proses tumbuh kembangnya, entah pola pikir ataupun mentalnya. tentu saja ini tidak merujuk pada suatu akibat negatif, tapi karena pada prinsipnya, dalam hal perceraian posisi anak2 kadang2 jadi tidak mudah karena mereka tidak mengerti mana pilihan yang lebih baik? atau apa yang harus mereka lakukan saat itu?
Terlepas dari apakah nantinya sang anak lebih bahagia atau proses tumbuh kembangnya menuju ke arah positif, hal itu akan bisa diketahui lebih cepat jika kedua orangtuanya sepakat atau memiliki komitmen untuk mengusahakan yang terbaik bagi tumbuh kembang anak. Konkritnya, kalau misalnya memang ibunya yang lebih mampu secara finansial dan ayahnya yang memang secara emosional lebih dekat dengan anak2, ya biarkan seperti itu, tapi jangan menghalangi anak2 untuk bertemu dengan ayah atau ibunya.
Dalam kebanyakan kasus, yang menonjol dalam hal siapa yang lebih pantas untuk mengasuh anak adalah soal ego masing2, bagaimanapun tidak ada yang sempurna, tapi menurut saya, laki2 dan perempuan ketika disatukan dalam pernikahan memang untuk saling melengkapi. Tentu saja ketika menjalani sebuah tanggung jawab yang memang harus dilakukan secara bersama dengan keadaan terpisah diperlukan tenaga yang lebih bukan?