Mohon tunggu...
Stephen G. Walangare
Stephen G. Walangare Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kunang-kunang kebenaran di langit malam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kejamakan Allah dalam Kejadian 1:26-27

29 Juni 2016   21:33 Diperbarui: 31 Juli 2018   23:49 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bentuk jamak “Kita” dalam ucapan Allah di Kejadian 1:26 merupakan sesuatu yang layak dicermati. Orang Israel adalah pengikut monoteisme yang ketat. Mereka hanya mengakui satu Allah yang esa, yaitu TUHAN (Ul. 6:4). Mengapa dalam kitab suci mereka (yang juga kita terima otoritasnya) terdapat rujukan jamak untuk Allah?

Sebagian teolog memahami bentuk jamak ini sebagai rujukan terhadap allah-allah lain. Mereka mempercayai bahwa penulis Kitab Kejadian menggunakan sumber-sumber kuno yang politeistik (mempercayai banyak dewa) dan mitologis (kisah-kisah legenda yang mengakar pada budaya tertentu). Sumber-sumber ini lantas dimodifikasi sedemikian rupa oleh penulis sehingga sesuai dengan paham monotheisme yang dia anut. Nah, bentuk jamak di ayat 26 merupakan peninggalan yang masih bisa terdeteksi karena si penulis gagal merevisi sumbernya secara teliti.

Pandangan ini sukar untuk diterima. Bentuk jamak hanya muncul di ayat 26. Ayat 27 memiliki rujukan tunggal untuk Allah. Jika si penulis berhasil memodifikasi sumbernya di ayat 27, mengapa dia sampai lupa merevisi ayat 26? Lagipula, dugaan bahwa penulis Kitab Kejadian menggunakan sumber-sumber tertulis kuno di luar Alkitab belum terbukti secara memadai. Apakah penulis menggunakan atau justru menentang sumber-sumber itu?

Solusi kedua yang diusulkan adalah percakapan antara Allah dengan penghuni surgawi. “Kita” di ayat 26 mungkin merujuk pada Allah dan para malaikat. Kita sebaiknya menolak pandangan ini. Jika “Kita” berarti Allah dan para malaikat, maka “menurut gambar dan rupa Kita” juga berarti “menurut gambar dan rupa Allah beserta para malaikat”. Persoalannya, di ayat 27 hanya disebutkan “menurut gambar-Nya” atau “menurut gambar Allah”. Tidak ada malaikat di sana. Di samping itu, Alkitab tidak pernah mengajarkan bahwa para malaikat terlibat dalam penciptaan. Mereka hanyalah penonton yang bersukacita melihat karya Allah (Ay. 38:4-7).

Teolog yang lain mengusulkan “jamak kemuliaan” sebagai solusi. Bentuk ini seringkali digunakan oleh para raja. Ini hanya sekadar kebiasaan retoris di kalangan atas. Namun banyak ahli sudah meninggalkan teori ini. Ada perbedaan besar antara jamak kemuliaan yang digunakan oleh para raja dengan bentuk jamak di Kejadian 1:26. Dalam teks Ibrani Alkitab, tidak ada bentuk jamak kemuliaan yang digunakan beserta dengan kata kerja dan kata ganti orang.

Usulan lain yang tidak kalah populer adalah “jamak deliberasi”. Maksudnya, seseorang berbicara kepada dirinya sendiri dengan sebuah tekad untuk melakukan sesuatu. Teks yang digunakan sebagai pendukung adalah Kejadian 11:7, “Baiklah Kita turun dan mengacaubalaukan di sana bahasa mereka, sehingga mereka tidak mengerti lagi bahasa masing-masing”.

Pandangan ini lebih kuat daripada solusi-solusi sebelumnya. Kitab Kejadian memang mencatat percakapan deliberatif dalam diri Allah (3:22; 11:7). Persoalannya, apakah bentuk jamak di Kejadian 1:26 sekadar menyiratkan hal tersebut? Ataukah ada hal lain yang diungkapkan?

Seturut dengan konteks Kejadian 1:26-27, saya lebih memilih untuk menafsirkan teks ini sebagai rujukan terhadap kejamakan dan ketunggalan dalam diri Allah. Sejak awal para pembaca sudah diperkenalkan kepada Allah (1:1) dan Roh Allah (1:2). Mereka pasti menangkap kesamaan dan perbedaan antara Allah dan Roh Allah. Jika Allah secara mutlak sama persis dengan Roh Allah, mengapa digunakan dua istilah yang berbeda? Jika keduanya benar-benar berbeda, mengapa diletakkan secara berdekatan, baik secara posisi maupun konsep?

Dukungan lain berkaitan dengan manusia sebagai gambar Allah. Kejamakan dan ketunggalan dalam diri manusia pasti mencerminkan hal yang sama dalam diri Allah, karena manusia diciptakan menurut gambar Allah. Dugaan ini tentu saja bukan tanpa alasan.

Kejamakan Allah diungkapkan melalui kata ganti “Kita” dan ungkapan “gambar dan rupa Kita”. Ketunggalan-Nya dinyatakan melalui “gambar-Nya” maupun “gambar Allah”. Istilah “gambar” di ayat ini tidak disertai dengan “rupa”. Bentuk tunggal: “gambar”. Frasa “berfirmanlah Allah” di awal ayat 26 juga berbentuk tunggal.

Kejamakan dan ketunggalan di atas juga tercermin dalam diri manusia. Ayat 27a mengungkapkan sisi tunggal: “manusia itu” (“man”, tunggal) dan “dia” (“him”, tunggal). Kejamakan manusia dinyatakan melalui “laki-laki dan perempuan” maupun “diciptakan-Nya mereka”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun