Mohon tunggu...
Stephanus Aranditio
Stephanus Aranditio Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Jurnalistik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Pelanggaran dalam Jurnalisme Online

16 April 2015   23:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:00 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_378752" align="aligncenter" width="540" caption="picture by turkfm.nl"][/caption]

Internet dapat berkembang pesat dan seolah menyingkirkan media massa lain disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kemudahan seseorang untuk mengakses internet, hampir setiap orang dapat mengakses internet dimanapun dan kapanpun, yang dibutuhkan hanyalah jaringan internet dan perangkat yang bisa mengakses internet (PC, laptop, Handphone, dsb). Faktor lain adalah perkembangan teknologi yang semakin pesat disemua bidang termasuk di bidang internet.

Dari internet muncullah jenis media massa baru, yaitu media online. Media online sebagai media partisipatif dimana setiap orang dapat berinteraksi dan mencari informasi didalamnya. Media online memungkinkan orang untuk mencari dan mendapatkan informasi (konsumer), dan sebagai pembuat informasi itu sendiri (produser). Karena memungkinkan adanya interaksi maka dalam media online konsumer juga dapat bertukar informasi dengan konsumer lainnyaJurnalisme online merupakan jenis jurnalisme baru yang lahir dan berkembang seiring dengan pertumbuhan teknologi internet. Internet menciptakan media baru yang memungkinkan jurnalisme online berkembang, yaitu jurnalisme online (Ward: 2002).

Berbeda dengan televisi (audio & visual), radio (audio), dan media cetak (teks), media online mampu menyatukan semuanya mulai dari konten audio visual, audio, teks, hingga grafis. Dalam hal ini bukan hanya medianya saja yang mengalami perubahan tetapi di dunia jurnalisme juga. Munculnya internet menciptakan jenis jurnalisme baru yang dikenal dengan nama jurnalisme online.

Jurnalisme online muncul di tahun 1990-an seiring dengan perkembangan internet. Jurnalisme online dimudahkan dengan perkembangan teknologi nirkabel dan wireless pada perangkat yang bisa mengakses internet (PC, laptop, handphone, dsb). Mark Drudge, seorang pria berkebangsaan Amerika yang menciptakan situs berita Amerika pada 19 Januari 1998 berhasil mempublikasikan perselingkuhan Presiden Amerika pada saat itu Bill Clinton dengan Monica Lewinsky, dari berita perselingkuhan ini jurnalisme online bermula. Dari peristiwa inilah dinegara lain mulai memanfaatkan internet sebagai media penyebaran berita. Situs-situs pribadi seperti weblog atau blog mulai bermunculan dan melaporkan beberapa berita jurnalistik pada tahun 2000-an.

Pavlik J menyebutkan jurnalisme online sebagai jurnalisme kontekstual, karena mengintegrasikan tiga fitur komunikasi yang unik: kemampuan-kemampuan multimedia berdasarkan platform digital, kualitas-kualitas interaktif komunikasi-komunikasi online, dan fitur-fitur yang ditatanya (Pavlik J:2001).

Jurnalisme online menjadi berbeda dengan jurnalisme konvensional (cetak, radio, dan tv) yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, baik dalam format, isi, maupun mekanisme dan proses hubungan penerbit dengan pengguna atau pembacanya. Karakteristik yang paling terasa adalah kemudahan bagi penerbit maupun pengguna untuk membuat peralihan waktu penerbitan dan pengaksesan. Tidak ada batasan waktu pengaksesan, kapan dan di manapun semua orang bisa mengakses. Isinya pun tergolong ringkas dan padat, karena sifatnya yang cepat dibutuhkan pembaca.

Sama seperti media konvensional yang sudah ada, diawal kehadirannya pun jurnalisme online juga mempunyai beberapa pelanggaran. Menurut data dewan pers ditahun mencapai setidaknya 98 kasus pengaduan terkait media online. Sejauh ini perlanggaran di media online mayoritas berada di ranah pelanggaran kode etik jurnalistik.  Karena media online mengutamakan kecepatan, maka kebanyakan pengaduan kasus media online lebih banyak kasus kesalahan pemberitaan karena media online mengutamakan kecepatan dan menomor duakan verifikasi.

Salah satu syarat berita adalah harus akurat, menurut kode etik jurnalistik pasal 1 “wartawan indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk”, akurasi berita yang dimaksud kode etik jurnalistik ini adalah berita dapat dipercaya benar sesuai dengan keadaan objectif ketika peristiwa terjadi. Dalam media online akurasi berita terkadang menjadi kasus, karena mengutamakan kecepatan daripada akurasi berita. Pemberitaan salah satu media online di Indonesia yaitu Merdeka.com pada berita yang berjudul “Mahasiswa Makassar tawuran, kampus dibakar” yang diterbitkan pada kamis 11 Oktober 2012 pukul 18:21 terindikasi melanggar beberapa pasal dalam kode etik jurnalistik.

Menurut George Fox Mott salah satu konsep berita adalah berita sebagai laporan tercepat, berita adalah laporan tercepat yang disiarkan surat kabar, radio, televisi, atau media online internet mengenai topik opini atau fakta atau keduanya, yang menarik perhatian dan dianggap penting oleh sebagian besar khalayak. Kecepatan itu dilihat dari proses mencari, menemukan, mengumpulkan dan mengolah berita yang dilakukan oleh reporter serta editor, sehingga suatu berita cepat disiarkan, prinsip kecepatan dalam melaporkan berita, mengharuskan para reporter dan editor mampu bekerja cepat. Namun tentu saja prinsip ini harus diimbangi dengan kelengkapan dan ketelitian, kecermatan dan ketepatan, sehingga berita yang dilaporkan tetap faktual, benar, dan akurat, sehingga tidak membingungkan khalayak (Sumadiria: 2005).

Pasal 1 yang berbunyi, Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Berita yang diterbitkan oleh media online Merdeka.com tidak menghasilkan berita yang akurat karena didalam berita tersebut terdapat beberapa informasi yang salah, didalam berita tersebut dikatakan bahwa “tawuran fakultas teknik melawan fakultas bahasa dan seni” padahal kenyataanya tawuran tesebut melibatkan fakultas teknik melawan fakultas seni dan desain. Kesalahan tersebut juga terlihat pada penggunaan nama fakultas seperti “fakultas bahasa dan seni”, “Fakultas Bahasa dan Desain” padahal di Univesitas Negeri Makassar tidak ada nama fakultas yang seperti itu,  yang ada adalah Fakultas Bahasa dan Sastra serta Fakultas Seni dan Desain. Pemberitaan yang tidak akurat tesebut dapat merusak nama baik Universitas Negeri Makassar (UNM).

Beberapa pelanggaran di media online lain antara lain mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, berita yang tidak berimbang, tidak menyembunyikan identitas korban kejahatan asusila, dan ketidak jelasan narasumber. Dalam kasus tidak menyembunyikan identitas korban kejahatan asusila merupakan kesalahan fatal karena nama korban asusila ini harus dilindungi untuk menjaga masa depannya.

Jurnalisme online memang memiliki keunggulan dari sisi kecepatan, interaktivitas, parsipatori, dan membuka ruang bagi publik untuk menjadi producer tidak hanya sebagai konsumer saja. Jurnalisme online harus tetap menjaga keakurasian berita dan tetap mengutaman verifikasi daripada kecepatan dengan berpegang pada kode etik jurnalistik. Sebagai media baru, media online menjadi sorotan banyak media karena menjadi kompetitor baru yang berkembang seiring dengan perkembangan teknologi. Banyak media juga yang melakukan konvergensi media untuk mengejar perkembangan teknologi untuk tetap bertahan.

DAFTAR REFERENSI

Mahasiswa Makassar Tawuran Kampus Dibakar : http://www.merdeka.com/peristiwa/mahasiswa-makassar-tawuran-kampus-dibakar.html diunduh pada 13 April 2015 pukul 20:00

Laporan Pengaduan Dewan Pers : http://www.dewanpers.or.id/dlfile.php?nmfile=122987_laporan%20Dewan%20Pers%202010-2013_final%201%20april.pdf diunduh pada 13 April 2015 pukul 20:00

Kode Etik Jurnalistik : http://www.dewanpers.or.id/page/kebijakan/peraturan/?id=513 diunduh pada 13 April 2015 pukul 20:00

Sejarah Media Online http://www.poynter.org/news/mediawire/28803/new-media-timeline/diunduh pada 13 April 2015 pukul 20:00

Pavlik J. 2001. Journalism and New Media. US; Colombia University Press

As.Haris.Sumadiria, 2005. Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature, Panduan Praktis Jurnalis Profesional. Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.

Ward, Mike. 2002.Journalism Online. Woburn: Focal Press.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun