Mohon tunggu...
Stephani Hizkia
Stephani Hizkia Mohon Tunggu... Lainnya - hai

yuk baca

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Kontroversi Tuduhan Trump terhadap Demokrat

17 November 2020   13:56 Diperbarui: 17 November 2020   13:57 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sejak awal bulan lalu, pemilihan presiden di Amerika Serikat ramai dibicarakan di berbagai media sosial. Pemilihan presiden tahun ini seakan-akan sangat iconic karena perbedaan kandidat yang mencolok. Terlebih lagi, karena Trump---Presiden Amerika sekarang--- sangat terkenal akibat tindakannya yang sering kali menimbulkan banyak pro-kontra di berbagai kalangan masyarakat. Pemilihan presiden yang dilaksanakan pada 3 november 2020 itu dilaksanakan dengan penghitungan hasil suara yang agak berbeda dengan negara kita, Indonesia, yaitu pemilihan dilaksanakan dengan electoral votes yang mana pemilihan tidak langsung dilakukan oleh warga Amerika Serikat melainkan oleh Electoral College ---Lembaga perwakilan yang memilih presiden dan wakil presiden Amerika Serikat--- yang sudah dipilih oleh masyarakatnya. Anggota Electoral College berjumlah 538 orang yang berarti untuk memenangkan pemilihan presiden dibutuhkan 270 atau lebih total suara.

Pemilihan presiden ini terdengar sangat biasa dan normal bagi setiap negara, di mana terdapat kandidatnya yaitu, Donald Trump dan Joe Biden yang melakukan kampanye sebelum pemilihan yang bertujuan menarik minat rakyat Amerika untuk memilih mereka. Namun, terdapat sebuah kejanggalan dalam pemilihan ini karena, selama berkampanye Presiden Trump sering mengungkapkan secara blak-blakan bahwa Ia tidak menerima kekalahan dan pasti akan tetap menjabat. Dia bahkan berkata secara tegas bahwa jika Ia kalah, maka pemilihan tersebut pasti dicurangi. Hal ini menimbulkan banyak reaksi di masyarakat, dan beberapa media juga sudah menanyakan pendapat Biden terkait pernyataan Trump itu, Biden menyatakan bahwa pemenang tidaklah ditentukan oleh kandidatnya melainkan para pemilihnya, dan menurutnya jika Trump tidak ingin keluar dari Gedung Putih---Istana Kepresidenan Amerika Serikat--- dan tidak akan menerima hasil pemilihan sebagaimana mestinya, maka militer sangat mungkin untuk mengusir Trump dari Gedung Putih.

Seiring berjalannya waktu, pemilihan presiden sudah dilakukan dan banyak berita bertebaran yang berasumsi bahwa Joe Biden adalah pemenang pemilihan presiden tahun ini, meski belum terdapat pengumuman secara resmi oleh lembaga penghitung suara. Di lain sisi, Biden memenangkan popular votes---hasil suara rakyat langsung--- yang dapat memperkuat asumsi bahwa Biden akan memenangkan pemilihan tahun ini. Meski belum resmi tetapi berita kemenangan Biden tersebut sudah terbesar luas, dan sudah banyak rakyat Amerika Serikat yang merayakan dan mengucapkan selamat kepada Joe Biden atas kemenangannya.

Pada 5 november 2020, Presiden Donald Trump membuka suara di atas podium Gedung Putih mengenai berita kemenangan Biden yang sudah tersebar dan membuat tuduhan yang tak memiliki dasar bahwa Demokrat --Partai Joe Biden--- melakukan kecurangan atas hasil pemilihan tersebut. Dari klaim yang dibuat oleh trump tersebut, timbullah kemarahan dan rasa ketidak percayaan para pendukung Trump pada pemilihan presiden 2020. Namun, di sisi lain, para pemantau pemilu tidak menemukan kejanggalan dan kecurangan dalam penghitungan suara tahun ini. "Jika anda menghitung suara yang sah, saya akan menang dengan mudah," kata Trump yang lagi-lagi seakan menyudutkan bahwa surat suara yang dihitung dan diterima bukanlah surat suara yang valid. Padahal, terdapat komisaris kota-kota di Amerika Serkiat yang menyiarkan penghitungan suara secara langsung.

            Di lain sisi, Biden mengisi waktunya dengan bersiap-siap untuk berpindah ke Gedung Putih dan menerima pengarahan tentang pandemic COVID 19 dan krisis ekonomi yang dialami Amerika karena pandemi COVID19 ini. Biden berkata "Semua hasil pemilihan adalah kehendak pemilih, dan tidak seorang pun dapat mengubahnya. Jadi, setiap suara tetap harus dihitung."

            Beberapa anggota parlemen Republik---Partai Presiden Trump--- juga mulai tidak membuka suara yang menandakan menyetujui pernyataan Trump bahkan, mereka menyatakan bahwa mereka harus menghormati proses demokrasi. Para anggota parlemen Partai Republik juga menambahkan bahwa hal tersebut dapat dinyatakan jika memang terdapat bukti nyata yang dapat diselidiki lebih lagi. Adam Kinzinger --perwakilan pemilih yang berasal dari partai republik di daerah Illionis--- menulis pernyataan di twitter yang memohon kepada Presiden Trump untuk memberikan bukti jika memang Ia memiliki kekhawatiran akan terjadinya kecurangan dalam pemilihan. "Berhenti menyebarkan informasi yang salah," lanjutnya.

            Mantan Presiden Barrack Obama juga mengungkapkan teguran atas penuduhan dan penolakan Trump atas hasil pemilihan presiden 2020 "Upaya Trump ini merupakan salah satu contoh perilaku Donald Trump yang melanggar dasar-dasar demokarasi dan merugikan rakyat Amerika.". Namun, tampaknya Trump tidak mengubah rencananya untuk terus maju dan menentang hasil pemilihan presiden. "Faktanya, pemilihan presiden ini masih jauh dari selesai," kata Trump. "Mulai Senin, pihak kami akan mulai menuntut kasus kecurangan ini ke pengadilan untuk memastikan bahwa demokrasi ditegakkan dan pemenang yang sah dapat menjabat sebagai presiden." Penasihat Trump pun berkata bahwa presiden memang menolak untuk mengakui bahwa dia kelah dan tetap menuduh bahwa Demokrat telah mencurangi pemilihan presiden tahun ini. Namun, mereka tidak percaya bahwa dia akan mencoba menghalalkan segala cara untuk menghalangi Biden dan mengambil alih jabatan.

            Beberapa penasihat Trump juga mengatakan bahwa untuk sementara waktu mereka ingin memberi Trump waktu dan ruang untuk memproses kegagalan tersebut. Beberapa asisten Trump juga mulai fokus akan hal yang baik seperti pencapaian Trump bahwa dia menerima suara terbanyak kedua dalam sejarah Amerika Serikat dan menarik beberapa orang yang sebelumnya bukan pendukung Partai Republik.

            Terkait tradisi yang mana presiden akan menghandiri pelantikan presiden penggantinya dan mengundang presdien baru ke Gedung Putih untuk pertemuan simbolis juga belum jelas apakah akan Trump lakukan. Namun, dilihat dari kebiasaan Trump yang telah banyak mengabaikan banyak norma jabatan sepertinya hal ini memang sangat tidak bisa diperkirakan. Meskipun begitu, Chris Liddel, penasihat Gedung Putih, telah memulai perencanaan transisi pemerintahan meski Trump tidak ikut terlibat agar tidak terjadi keributan dan transisi dapat dilakukan dengan baik.

Banyak orang yang berharap Trump agar segera mengesampingkan egonya dan mulai melaksanakan demokrasi dengan baik. Memang, belum terdapat kejelasan bagaimana nantinya namun kiranya semua permasalahan, dan keributan yang terjadi segera dapat diselesaikan dengan baik agar demokrasi dapat terlaksana dengan baik dan seluruh rakyat Amerika tidak lagi mengalami kebingungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun