Seorang pengembara berjalan tertatih dan pincang. Berkali-kali sudah ia dibohongi oleh fatamorgana di gurun gersang itu.Â
Rasa putus asanya begitu besar karena tak kunjung menemukan jalan keluar. Pemandangan mengerikan sudah ia saksikan di kala teman-teman seperjalanannya berguguran satu demi satu secara perlahan dan menyisakan ia seorang diri yang masih bertahan. Ia sadar bahwa hidupnya sudah tidak lama lagi.
Sang pengembara kemudian memeriksa persediaan makanan dan minuman yang kian menipis. Benar apa yang ia pikirkan, makanannya sudah habis bersih bahkan minumannya tersisa hanya berbentuk tetesan saja. Sesaat ia terbayang wajah sang istri yang pada awalnya bersikeras agar ia tidak pergi.
"Kau jangan pergi, disini kita masih punya cukup uang untuk hidup" Ujar istrinya merajuk dan berharap suaminya tidak pergi saat itu
"Tidak apa-apa, aku akan kembali sesaat ketika aku mendapatkan lebih banyak uang lagi, uang yang sangat banyak dan tak terhingga"
"Baiklah, tapi aku ingin kau ingat satu hal"
"Apa itu?" Ia mengerutkan keningnya pelan sembari menunggu jawaban dari orang terkasihnya itu. Istrinya mengambil jeda sebentar. Rasanya tak kuat melepas suaminya untuk pergi
"Apapun yang terjadi, berpeganglah pada Tuhan, maka kau akan menemukan jalan pulangmu"
Kilas balik yang terjadi rasanya membuat dadanya sesak. Hidupnya seperti akan berakhir pada detik itu juga. Sesaat sebelum helaan nafasnya yang terakhir, ia melontarkan nama Tuhan dengan pelan, berharap akan ada pertolongan dan keajaiban yang menghampiri.
Waktu perlahan berlalu dan ia heran mengapa ia tidak mati juga. Hal yang terjadi justru sebaliknya karena ia mendapatkan kekuatannya kembali.Â
Ketika ia melihat lurus kedepan, ia tak menyangka bahwa disitu ada istri yang sangat ia rindukan. Pikirannya bilang bahwa itu adalah fatamorgana, tetapi jiwanya berkata bahwa itu bukan fatamorgana yang telah menipunya ribuan kali. Ia berlari kencang ke dekapan istrinya, memeluknya sangat erat.