Mohon tunggu...
Stephanie Lisa
Stephanie Lisa Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Opini Demonstrasi 4 November

25 November 2016   22:37 Diperbarui: 21 Desember 2016   17:58 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seperti yang kita ketahui, baru-baru ini telah terjadi sebuah demonstrasi yang dikenal sebagai Demo 4 November yang ditujukan kepada Ahok karena Ahok dianggap melakukan penistaan agama Islam. Ada yang mendukung demo besar-besaran ini. Tetapi, ada pula yang tidak mendukung demo ini. Banyak warga takut bahwa demo ini akan berakhir seperti kejadian kerusuhan 1998. Maka dari itu, Presiden Jokowi menghimbau warga yang mengikuti aksi demonstrasi ini agar berjalan sesuai peraturan, tertib, dan tidak anarkis karena banyak orang yang menginginkan Ahok terguling dari pemerintah Jakarta. 

Demo ini berlangsung setelah sholat Jumatan pada pukul 12 siang di Jakarta sampai pukul 6 sore. Aksi ini diikuti oleh warga yang beragama Muslim dari berbagai daerah. Awalnya, aksi untuk menyampaikan opini ini berjalan dengan lancer dan damai akan tetapi setelah pukul 6 sore hingga 12 pagi, demonstran menjadi sangat anarkis. Apakah ini mencermikan demokrasi kebebasan berpendapat yang selama ini selalu kita banggakan?

Sangat disayangkan bahwa demonstrasi yang seharusnya menjadi sarana masyarakat menyampaikan opininya malah menjadi sarana untuk saling menyerang satu sama lain. Praktik demokrasi yang seharusnya dijunjung dan dilaksanakan dengan baik agar tercapai tujuannya menjadi melenceng dari tujuan maupun fungsinya. Seharusnya, demo dilakukan secara kritis dan digunakan untuk menyuarakan kebenaran bukan sebaliknya. 

Meskipun ketua FPI dan Presiden Jokowi sudah menghimbau untuk menjalankan demo sesuai prosedur dan dengan damai, tapi pada kenyataannya tetap saja terjadi kericuhan didalamnya sehingga berakhir anarkis. Kegiatan anarkis tersebut malah menimbulkan kekacauan yang dapat memakan banyak korban dan memperbesar rasa takut warga sendiri karena khawatir peristiwa ini akan berakhir seperti tragedi tahun 1998. Seharusnya, para pendemo harus tetap memperhatikan etika dan sopan santun, serta melakasanakan peraturan yang telah ditetapkan dengan tertib, aman, tidak anarkis, dan damai. 

Apalagi, para pendemo melakukan aksinya di depan publik. Hal itu tentunya akan menjadi sorotan bagi publik juga. Publik sendiri lah yang akan menilai jalannya demo tersebut secara langsung. Jadi, dapat disimpulkan bahwa demonstrasi merupakan salah satu sarana masyarakat untuk mengutarakan pendapatnya secara bebas dan juga merupakan cerminan dari demokrasi. Oleh karena itu, hendaknya kita melaksanakannya sesuai peraturan yang ada sebagai rasa syukur kita karena sudah diberi hak kebebasan berpendapat. Hak ini jangan sampai disalahgunakan untuk hal-hal yang tidak baik seperti aksi anarkis atau memecah belah bangsa Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun