Tampaknya benar jika jurnalisme dan perkembangan teknologi melebur dan bersinergi. Perkembangan teknologi yang dimaksud di sini merupakan kemunculan internet sebagai media baru dalam ruang hidup manusia. Jurnalisme dan internet mampu “kawin”, hingga lahir istilah baru, jurnalisme online.
Kemunculan jurnalisme online ini tampaknya tidak menghalangi masyarakat untuk bebas beraspirasi. Internet sendiri seyogyanya sudah membawa ideologi demokrasi. Internet membuka kunci bungkamnya masyarakat akan realita. Dengan demikian, pintu jurnalisme terbuka lebar untuk masyarakat luas. Jurnalisme tidak lagi hanya untuk masyarakat, namun juga dari masyarakat. Jurnalisme yang berasal dari masyarakat mendapat julukan jurnalisme warga (citizen journalism).
Jurnalisme warga dan internet memang memiliki ideologi yang sama, soal demokrasi. Keduanya membuka kesempatan luas bagi khalayak untuk bebas berpendapat, menunjukkan apa yang tidak dapat ditunjukkan oleh jurnalis pada mediamainstream. Carey (1996) dalam Journalism and Citizenship menyatakan secara eksplisit, “Journalism is another name for democracy, or better, you cannot have journalism without democracy”. Jurnalisme warga menjadi corong bagi warga, selain itu juga menjadi media alternatif saat media mainstream tidak dapat diandalkan lagi.
Meninjau Jurnalisme Warga Indonesia
Oh My News, jurnalisme warga di Korea Selatan,tepat dijadikan panutan bagi eksistensi jurnalisme warga di Indonesia. Beberapa jurnalisme warga di Indonesia misalnya Kompasiana.com dan Panyingkul.com. Tulisan ini akan meninjau secara fokus terkait analisis Kompasiana.com sebagai media jurnalisme warga.
Sesuai dengan karakteristik media warga, Komapsiana membuka peluang luas bagi khalayak untuk berbagi, mewartakan dan menyalurkan aspirasi secara bebas namun masih dalam batas koridor. Tidak ada kriteria tertentu bagi masyarakat yang hendak bergabung. Kompasianer (sebutan bagi publik aktif Kompasiana) memiliki tanggung jawab pribadi akan tulisan yang diposting.
Sebagai media warga, tentu Kompasiana memiliki keunggulan. Ia memberi kesempatan bagi khalayak,tanpa menuntut adanya latar belakang pendidikan jurnalis. Hal ini mampu mewujudkan keseimbangan dalam pewartaan. Media mainstream melulu menyajikan peristiwa terkait tokoh-tokoh besar, namun kurang menjamah pemberitaan mengenai suara akar rumput. Ironi, ketika perhatian besar seharusnya ditujukan bagi warga yang membutuhkan. Bukan lagi hanya pada golongan elit.
Demokrasi juga ditunjukkan melalui kebebasan warga dalam memberikan komentar. Peristiwa yang menarik dan krusial, layak mendapat perhatian melalui komentar yang disampaikan oleh pembaca. Relasi dan koneksi yang meluas menjadi rangkaian keunggulan Kompasiana. Ini muncul dari beberapa tulisan dalam Kompasiana, salah satunya merupakan tulisan Indri Hapsari (http://media.kompasiana.com/new-media/2012/05/20/sharing-connecting-ala-kompasiana/).
Kemunculan Kompasiana membawa pengaruh serta peluang. Kritik mengenai pemerintahan, politik, ekonomi, masalah sosial dan budaya dapat tersampaikan secara bebas. Dengan demikian, perubahan menuju lebih baik dapat tercipta jika para pemimpin mengetahui suara rakyatnya.
Kebebasan tanpa menuntut pendidikan yang mumpuni bagi citizen reporter, memunculkan keraguan akan kredibilitas. Tidak dapat dipastikan apa yang ditampilkan merupakan peristiwa faktual. Hal ini memainkan kepercayaan pembaca, benar tidaknya peristiwa yang tertulis. Maka dibutuhkan identitas Kompasianer yang jelas. Ini juga menjadi tugas editor Kompasiana dalam melakukan verifikasi data.
Beranjak dari itu, muncul keraguan pula mengenai cakupan jurnalisme dalam Kompasiana. Kompasiana memiliki Fiksiana, yang isinya merupakan karya fiksi dari warga. Ingat kembali soal pengertian jurnalisme, yang diangkat adalah peristiwa faktual, bukan fiksi. Peristiwa itu tentu tidak sembarangan, harus memiliki nilai penting bagi masyarakat. Jika memang Kompasiana memposisikan dirinya sebagai wadah jurnalis warga, perlu ditimbang kembali soal keberadaan Fiksiana. Serta seberapa besar imbas fiksiana dalam ranah warga.
Solusi Citizen Reporter
Apa yang diejawantahkan oleh OhMyNews, dapat diadopsi oleh Kompasiana. Salah satunya adalah dengan mewujudkan sekolah jurnalis bagi citizen repoter. Sekolah ini tentunya menjadi pengukuhan kemampuan citizen reporter dalam menghasilkan produk yang semakin berkualitas.
Mengatasi tidak adanya pendidikan jurnalis yang khusus bagi warga, Priambodo RH (Lembaga Pers Dr. Soetomo) memberikan 10 pedoman bagi citizen reporter. Mereka tidak boleh plagiat, harus melakukan cek ricek fakta, tidak menggunakan sumber anonym, memperhatikan dan peduli hokum, utarakan rahasia secara hati-hati, opini narasumber harus ditulis hati-hati, pelajari batas daya ingatan orang, hindari konflik kepentingan, dilarang lakukan pelecehan dan mempertimbangkan setiap pendapat (Harsono, 2010:61).
Setidaknya, 10 pedoman itu mampu menjadi solusi bagi citizen reporterKompasiana. Selain itu, 10 elemen Jurnalisme dari Bill Kovach dan Tom Rosenstiel juga dapat menjadi pedoman bagi citizen reporter. Perlu diketahui,elemen ke-10 lahir sebagai imbas kemunculan jurnalisme warga. Keduanya dapat menjadi pedoman, disamping ketentuan yang telah ditetapkan oleh Kompasiana sendiri.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, apa yang diwujudkan oleh Kompasiana merupakan hal positif bagi perkembangan jurnalisme warga Indonesia. Beberapa kekurangan seperti ketidaktegasan format media jurnalisme warga atau blog sosial, lalu soal produk jurnalismenya, tentu dapat ditanggulangi. Lalu soal usulan adanya sekolah jurnalisme warga mungkin dapat menjadi pertimbangan. Selain mampu menciptakan produk yang lebih berkualitas, juga melahirkan bibit baru jurnalis yang profesional.
Harapan ke depan, Kompasiana mampu mengakomodasi aspirasi warga dalam proses mewujudkan perubahan ke arah lebih baik. Kompasiana juga sebaiknya tetap menjadi media alternatif bagi warga kala media mainstream tidak mampu diharapkan lagi. Semoga demikian, tetap sharing and connecting!
Harsono, Andreas. 2010. Agama Saya Adalah Jurnalisme. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Papacharissi, Zizi. 2009. Journalism and Citizenship : New Agendas in Communication. New York : Routledge.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H