Mohon tunggu...
Stefani M.Ernarasti
Stefani M.Ernarasti Mohon Tunggu... Lainnya - gemar makan sayur

Halo, apa kabar?

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Yang Mana Punyamu?

9 November 2020   15:19 Diperbarui: 31 Juli 2024   14:43 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://mykpopguide.com/top-10-places-to-go-kpop-shopping-online/

Budaya Hallyu belakangan ini lalu-lalang dalam media sosial saya. Jujur pada saat saya SMA, sulit sekali untuk tidak ikut arus. Semakin tenggelam dalam budaya ini, ada hal unik yang menarik perhatian saya. Pengalaman ini datang dari teman saya yang tiba-tiba membeli lightstick yaitu sebuah tongkat bercahaya untuk keperluan konser. "Kalau tidak konser, benda ini untuk apa?" tanya saya padanya. Lalu teman saya ini menjawab "Ya bukan untuk apa-apa, untuk menerangi saat mati lampu mungkin?"

Lightstick menjadi hal yang tidak asing bagi para fans K-Pop. Awalnya bentuk lightstick ini hanya sebatang plastik kecil dan tidak modern. Dengan kemajuan teknologi sekarang, lightstick  memiliki beragam bentuk dan warna.Contohnya saja seperti ARMY dengan lightstick-nya yang bernama armybong (berbentuk bulat), Blackpink dengan hammerbong (berbentuk palu hati), GOT7 dengan ahgabong nya (berbentuk burung). Tidak main-main, benda ini dibandrol dengan harga 400-800 ribu dalam situs resminya. 

Demi menunjukkan identitas mereka sebagai anggota fandom dari grup K-pop tertentu, design dan warna lightstick dibuat semenarik dan sekreatif mungkin. Lightstick menjadi hal yang sensitif ketika memiliki kesamaan warna atau bentuk dengan fandom lainnya sehingga menjadikan lightstick ini sebagai barang yang eksklusif. Kita bisa membedakan fandom-fandom lewat lightstick yang mereka miliki karena benda ini menjadi identitas yang secara tidak langsung menunjukkan darimana asal fandom mereka (Samovar, Porter, McDaniel, & Roy, 2017, h. 255). 

Lightstick tidak hanya digunakan untuk menunjukkan warna resmi dari fandom tertentu ketika grup favoritnya tampil di atas panggung. Lightstick bisa menjadi senjata bagi haters grup tertentu. Pernah dengar istilah black ocean? Istilah ini digunakan untuk menggambarkan penonton yang tidak memberikan reaksi apapun termasuk tidak menyalakan lightstick-nya saat suatu grup tertentu sedang tampil di panggung. Identitas ini mempengaruhi dan memotivasi mereka untuk semakin menunjukkan kebencian mereka lewat penggunaan lightstick yang seharusnya digunakan untuk meramaikan acara, malah digunakan untuk melakukan aksi 'boikot' (Samovar, Porter, McDaniel, & Roy, 2017, h. 262).

Ternyata, tidak se-sederhana itu kita dapat memaknai sebuah lightstick. Mau punya satu atau tiga tidak masalah, semakin banyak maka tidak semakin gelap saat rumah mati listrik!

DAFTAR PUSTAKA

Samovar, L. A., Porter, R. E., McDaniel, E. R., & Roy, C. S. (2017). Communication Between Cultures Ninth Edition. Boston: Cengage Learning

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun