Pilkada serentak merupakan pemilihan kepala daerah-daerah di Indonesia yang dilakukan secara bersamaan setiap 5 tahun sekali. Pilkada serentak dibagi dalam 2 tahapan yaitu tahapan persiapan dan tahapan penyelenggaraan. Tahapan persiapan meliputi perencanaan program dan anggaran hingga pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih. Tahapan penyelenggaraan meliputi pengumuman pendaftaran calon, kampanye, hingga pengangkatan calon terpilih. Pilkada serentak merupakan hal baru yang dilakukan oleh KPU sehingga hal tersebut akan mencetak sejarah baru dalam dunia demokratis Indonesia dan merupakan cerminan bagi pilkada selanjutnya.
Pilkada serentak dilakukan berdasarkan UU No.8 Tahun 2015 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota. Undang-undang tersebut merupakan revisi dari UU No.1 Tahun 2015. Untuk melancarkan pelaksanaan pemilu serentak (pilpres dan pileg), KPU dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) akan mengkajinya dengan mendirikan lembaga riset kepemiluan Electoral Research Institute (ERI). Pemilu serentak menjadi salah satu bahan kajian karena belum memiliki format dan desain matang. Bagaimana bentuk pemilu serentak dan kebutuhan atas perubahan perundang-undangan (Zulkanain Iskandar, 2015).
Komisi II DPR yang menyepakati pemilu serentak dilaksanakan pada tahun 2016 dengan pertimbangan kesiapan memastikan bahwa apabila tahun 2015 dianggap sudah siap maka tahun 2016 akan lebih siap lagi. Memasuki tahap satu pemilihan serentak yakni tahapan persiapan, telah menunjukkan adanya kendala yang dihadapi. Penyusunan anggaran yang mulai dilakukan oleh masing-masing pemerintahan daerah menunjukkan angka yang “membengkak”. Hal tersebut akhirnya memperlambat pencairan dana. Pemilihan serentak juga mampu meningkatkan kompetisi antar partai, sehingga seakan-akan masing-masing partai berambisi untuk memonopoli pasar suara rakyat. Berdirinya ERI juga dikarenakan kekhawatiran masyarakat akan memilih pemimpin daerah berdasarkan pemenang pemilu sehingga pemimpin yang dipilih merupakan koalisi presiden terpilih.
Adanya masalah-masalah yang mulai muncul tidak mengurangi optimism pilkada serentak. Pilkada serentak diproyeksikan mampu mengurangi kerusuhan yang disebabkan oleh pilkada. Menurut data kerugian akibat kerusuhan pilkada selama 2005 - 2013 di antaranya 59 orang meninggal dan 230 orang luka-luka, serta 279 rumah, 30 kantor pemda, 6 kantor polisi, 10 kantor KPUD, 11 kantor partai politik, dan 25 unit kendaraan rusak. Pilkada yang diadakan secara serentak akan mengurangi frekuensi kerusuhan karena frekuensi pilkada pun berkurang. Anggaran yang diberitakan membangkak terjadi karena pilkada diadakan secara serentak sehingga anggaran yang dikeluarkan juga harus bersamaan, namun hal tersebut tetap mampu menekan anggaran pilkada.
Pilkada merupakan pesta rakyat dan sudah seharusnya menyenangkan rakyat karena merupakan bentuk realisasi dari sifat demokrasi. Perubahan peraturan mengenai pilkada tentunya diarahkan kepada hal yang lebih baik untuk masyarakat, sehingga akan dibutuhkan kerja keras yang lebih dengan adanya masalah-masalah baru yang lebih menantang. Diharapkan pemerintah mampu mengatasi masalah-masalah yang ada dan berupaya memberi pemahaman lebih kepada masyarakat mengenai pilkada serentak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H