Kemarin malam (18/10) setelah urusan koordinasi di lokasi seminar Asal-usul budaya Minahasa di IBM ASMI, dalam rangka Pengucapan Syukur Pakasaan Matuari Tombulu, saya melayat almarhum August Parengkuan yang disemayamkan di rumah duka RSPAD Jakarta.Â
Kami disambut dan ditemani oleh anak lelaki sulungnya, Charles Ronald Parengkuan. "Adik saya 3 perempuan semua. Saya sendiri bilang kepada mama, marga asal Jerman, mau abiskan masa tua di Sawangan, kampung leluhur Papa."
Setelah berdoa lalu berfoto bersama di hadapan jenazah yang terbaring damai dengan tangan mengatup menggenggam tasbih rosario.Â
Dengan wajah damai tersenyum seperti terbaring tiduran santai di buaian, tapi dalam posisi tegap lurus di dalam peti yang dikelilingi dengan bunga-bunga hidup.Â
Masih di hadapan peti jenazah, disaksikan pewarta foto, Sammy Mamoto, kami berkenalan dengan putra Pak August yang kemudian spontan ingin tahu langsung bertanya, apa hubungan nama fam saya Rengkuan dan nama fam atau marga papanya: Parengkuan.
Kebetulan bersama saya adalah Weliam H. Boseke, penulis buku Penguasa Dinasti Han Leluhur Minahasa. (Segera terbit buku kedua khusus berisi sekitar 700 fam Minahasa yang berakar bahasa Han dalam konteks Dinasti Han kuno pada abad ketiga Masehi)Â
Salah satu temuan yang termuat dalam buku fenomenal itu adalah nama fam Minahasa itu bukan genetik, melainkan diambil dari nyanyian Karema yang disebut shumalesung, dalam bahasa Han berarti litani nyanyian pujian kepada sang Kaisar dan leluhur.Â
Nanti pada zaman pembaptisan dan pendidikan ala Barat, nama-nama itu diwariskan pada saat anak keturunan dibaptis dan dicatatkan dalam administrasi gereja dan pemerintahan.Â
Wely menjelaskan bahwa nama fam Parengkuan berkisah tentang perdana menteri Zhuge Liang yang diserahi kerajaan oleh Kaisar Liu Bei, karena putra mahkota sendiri belum cukup mampu karena belum cukup umur.Â
Nah, fam Rengkuan berarti Kaisar yang menyerahkan kerajaan dengan damai kepada sang perdana menteri, satu dari lima petinggi Dinasti Han.Â
"Pah, ini nama marga kita itu ternyata begitu terhormat dan mulia," kata sang putra pertama sambil membungkuk dan mendekatkan wajahnya lebih dekat dengan wajah sang ayah.