Mohon tunggu...
Stefia Dj
Stefia Dj Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi nonton film dan drakor

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Nilai Religius terhadap Kesehatan Mental

18 Oktober 2024   21:30 Diperbarui: 18 Oktober 2024   21:51 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nilai religius telah menjadi salah satu fondasi kuat dalam kehidupan masyarakat Kota Kediri. Nilai religius tidak hanya berperan dalam membentuk perilaku sehari-hari, tetapi juga mempengaruhi bagaimana seseorang merespons masalah kehidupan. 

Dalam beberapa dekade terakhir, banyak penelitian yang menunjukkan bahwa nilai-nilai religius memiliki hubungan yang erat dengan kesehatan mental, baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun, dampaknya bisa bervariasi, tergantung pada bagaimana nilai-nilai tersebut dipahami dan diterapkan.

Religius Sebagai Penopang Kesehatan Mental

Dalam konteks kesehatan mental, religius sering kali dikaitkan dengan ketenangan batin dan kestabilan emosi. Berbagai studi menunjukkan bahwa individu yang memiliki keyakinan agama yang kuat cenderung lebih tangguh dalam menghadapi stres dan tekanan hidup. Ibadah dan aktivitas keagamaan, sering dianggap sebagai sarana yang efektif untuk menenangkan pikiran, mengurangi kecemasan, dan memperbaiki suasana hati. 

Bagi masyarakat di Kediri, yang kebanyakan menganut agama Islam, nilai-nilai religius seperti kepercayaan kepada Tuhan, sabar dalam menghadapi cobaan, dan berdoa saat menghadapi kesulitan, sangat membantu dalam menjaga kesehatan mental. Iman yang kuat dapat memberikan individu rasa aman dan makna hidup yang lebih mendalam.

Dukungan Sosial dari Komunitas Keagamaan

Selain manfaat spiritual secara pribadi, religius juga menciptakan jaringan dukungan sosial yang penting bagi kesehatan mental. Kegiatan keagamaan seperti pengajian, salat berjamaah, dan perayaan hari-hari besar agama mempertemukan masyarakat dalam suasana yang penuh kebersamaan. 

Dalam komunitas religius, individu sering kali merasa memiliki tempat untuk berbagi masalah, mendapatkan dukungan, dan merasa tidak sendirian dalam menghadapi cobaan hidup. Dukungan ini sangat berharga dalam mencegah isolasi sosial yang dapat memperburuk kondisi mental seperti depresi dan kecemasan.

Tekanan Sosial dalam Nilai Religius

Tidak bisa dipungkiri bahwa religius juga dapat menjadi sumber tekanan psikologis jika diterapkan secara kaku. Norma-norma religius yang terlalu menuntut kepatuhan absolut bisa membuat individu merasa tertekan, terutama ketika harapan sosial tidak sejalan dengan kondisi atau pilihan pribadi. 

Misalnya, dalam masyarakat yang sangat religius, ada ekspektasi tinggi untuk selalu menunjukkan kepatuhan terhadap aturan agama. Ketika seseorang tidak mampu atau memilih jalan hidup yang berbeda, mereka mungkin merasa terasing dari komunitas atau bahkan mengalami stigma. Hal ini bisa berdampak negatif pada kesehatan mental mereka, menciptakan konflik batin yang berat antara kebutuhan pribadi dan tuntutan sosial.


Mencari Keseimbangan antara Religius dan Kesehatan Mental

Oleh karena itu, penting untuk menemukan keseimbangan antara religius dan kesehatan mental. Nilai-nilai religius seharusnya menjadi sumber kekuatan yang menumbuhkan ketenangan batin, bukan menjadi sumber tekanan yang memperberat beban emosional. 

Penerimaan yang lebih inklusif terhadap berbagai bentuk spiritualitas dan kebebasan individu dalam mengekspresikan keyakinan juga penting dalam menjaga kesehatan mental di tengah masyarakat yang religius.

Di Kota Kediri, nilai-nilai keagamaan yang kuat dapat dipadukan dengan pemahaman yang lebih luas tentang kesehatan mental. Institusi atau organisasi keagamaan dapat berperan lebih aktif dalam memberikan dukungan psikologis kepada anggotanya, misalnya dengan menyediakan bimbingan rohani yang juga memperhatikan kondisi mental seseorang. 

Pendekatan ini dapat membantu individu memahami bahwa menghadapi masalah mental bukanlah tanda kurangnya iman, melainkan bagian dari tantangan hidup yang harus dihadapi dengan bijaksana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun