[caption id="attachment_86542" align="alignleft" width="300" caption="Aksi masa yang tengah mengadakan aksi demonstrasi menyebabkan macet di Jalan Malioboro"][/caption] Demonstrasi merupakan hal yang biasa terjadi di negeri ini, mengingat sistem demokrasi memang dianut oleh indonesia. Seperti yang terjadi di Yogyakarta 28 januari 2011 kemarin, telah terjadi demonstrasi yang digerakkan oleh beberapa elemen mahasiswa di Yogyakarta. Sah saja memang mengadakan sebuah demonstrasi, terlebih lagi telah mendapatkan izin dari pihak yang berwenang untuk mengadakan demonstrasi. Namun permasalahannya, demonstrasi yang digelar telah mengganggu aktifitas kegiatan masyarakat. Seperti yang terjadi kemarin, masa yang menggelar aksi dengan berjalan kaki dari tugu Yogyakarta sampai dengan Gedung Agung dan diakhiri di pusat kota Yogyakarta di kawasan nol kilometer. Mereka memenuhi badan jalan dan terkadang menutup akses jalan Malioboro, bahkan mengadakan aksi bakar ban di kawasan nol kilometer. Tentunya ini mengakibatkan kemacetan yang berkepanjangan dan mengganggu perekonomian warga juga. Memang, iklim demokrasi mahasiswa begitu besar, namun jika dengan berdemonstrasi mengakibatkan terganggunya masyarakat yang mereka bela, lalu untuk apa demonstrasi itu di gelar? Apakah sekedar pemuas dahaga akan matinya kesadaran mahasiswa akan sekitar, ataukah ajang pencarian jati diri mahasiswa? Tindakan ini tercermin dari sikap mereka saat menutup jalan saat itu. Apakah ini cermin sikap dewasa sebagai seorang mahasiswa, jabatan tertinggi dari jajaran siswa-siswa pelajar. Lalu untuk siapa mereka berdemonstrasi, apakah untuk masyarakat yang ikut mereka rugikan secara tidak langsung dari kegiatan mereka? Saya pun pernah mengalami menjadi seorang demonstran waktu itu, walau hanya beberapa kali, namun ketika saya merasa merugikan orang-orang disekitar saya, saya memilih keluar dari barisan aksi masa (walau pada saat itu memang sedikit mencekam untuk saya). dan sekarang ini saya berpikir mengapa saya tidak "berbuat" selain berdemo (mengadakan aksi nyata), dari pada saya berdemo tapi tidak ada yang memperhatikan suara saya dan teman-teman. Berkaca dari hal tersebut, tentunya kita semua, tidak hanya mahasiswa, masyarakat atau aparat keamanan, harus lebih mengerti dan belajar. Dalam hal ini, bukan demo yang menjadi permasalahan, seperti yang saya ungkapkan bahwa sah saja menggelar aksi unjuk rasa. Namun, mengapa kita tidak berpikir lebih jernih, memajukan negeri ini tidak saja melalui demonstrasi, ataupun unjuk rasa namun melalui pendidikan juga. Belajarlah bagaimana supaya negeri ini dapat bersaing, mungkin dengan masuk keparlemen dan menyuarakan aksi dan pikiran kita, bukan dengan mengotot dan memakai kekerasan fisik. Mungkin dari pikiran yang kecil ini kita dapat belajar bagaimana kita harus bertindak dan juga mendengar. Semoga mereka, masyarakat mahasiswa maupun aparat serta semuanya, dapat belajar dari melihat, mendengar dan merasakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H