Mohon tunggu...
Stefano Astra
Stefano Astra Mohon Tunggu... Akuntan - Penulis Lepasan, Tax Expert

Tax Expert, Penulis, dan seorang suami

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Agora, Cermin Kedegilan Umat Kristen

1 Agustus 2010   14:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:24 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"I was forgiven but I can not forgive"

Saya bersyukur dilahirkan di era, dimana alkitab dapat dimaknai dengan terang oleh siapapun. Saya tidak terbayang jika saya dilahirkan di masa kepemimpinan Cyril of Alexandria yang memakai kekristenan sebagai senjata perang. Jika saya lahir di era tersebut, mungkin saya sudah termanipulasi menjadi "prajurit kristus" yang bertindak brutal seperti dideskripsikan dalam film AGORA. Dalam film ini digambarkan dengan jelas sekali ketika orang-orang kristen berupaya memusnahkan paganisme dan menjatuhkan bangsa Yahudi atas nama Kristus. Maksudnya benar tapi dieksekusi dengan tidak pantas. Diceritakan "prajurit kristus" bertindak tanpa mendahulukan akal. mereka benar-benar brutal. Mereka membicarakan ajaran kristen secara frontal dan menghina ajaran lain sampai menyulut perang agama sampai beberapa dekade.

Dikisahkan setelah uskup Teophilus meninggal naiklah Cyril Of Alexandria sebagai penggantinya. Buat saya tokoh yang satu ini terlalu sombong menganggap diri sebagai perpanjangan tangan Tuhan. Dia menganggap dirinya terlalu tinggi sampai mengacuhkan keberadaan pemerintah. Dia menyerukan bendera perang dengan bangsa Yahudi dan berupaya menumpas keberadaan mereka di romawi. Cyril selalu mengatasnamakan tindakannya berdasarkan isi alkitab sehingga membuat para Gubernur tidak berkutik, takut-takut dikira menghina Allah. Cyril juga sangat pandai mengolah kesetiaan "prajurit kristusnya". Bisa dibilang saat itu kebanyakan penganut krisen berasal dari masyarakat menengah ke bawah. Masyarakat yang tidak berakal dan mudah diperdaya. mereka hanya menjalankan apa saja yang dianggap Uskup benar tanpa pernah mengerti  apa itu kekristenan

Setelah menonton film ini, iman saya semakin diteguhkan. Saya jelas yakin kekristenan memang bukan agama tapi tentang kepercayaan dan sikap hati terhadap Kristus. Kekristenan adalah soal komitmen untuk mengerjakan ajaran Kristus. Oleh karena itu jelas bahwa kekristenan tidak bergantung pada tokoh agama tapi pada isi Alkitab. Hanya Kristus gembala yang sempurna dan patut diteladani. Jika dibandingkan perbuatan Cyril benar-benar tidak serupa dengan teladan Kristus. Cyril bertindak sangat normatif tanpa mengindahkan hukum kasih. Kristus jelas datang ke bumi untuk menyelamatkan mereka yang berdosa dan bukannya menghancurkannya dengan brutal seperti yang dilakukan  Cyril. Sepertinya dia tahu betul soal kebenarannya tapi berupaya menutupinya.

Adalah Hypathia, seorang filsuf wanita yang sangat cerdas. Dia tergila-gila dengan ilmu pengetahuan.  Wanita ini begitu haus menyingkap rahasia jagad raya. saya rasa ilmu pengetahuan adalah tuhannya karena dia tercatat sebagai atheist. Kebenaran tidak pernah terlalu sulit untuk dimengerti. Hypathia yang tidak pernah mau Kristus tau betul tentang kebenaran. Dia tau betul bahwa perang itu salah. Dia tau betul membunuh atas nama apapun tidak dapat dibenarkan. Dan jelas dia tau betul bahwa segala tindakan Cyril adalah salah. Hypathia berupaya menyakinkan Gubernur Orestes untuk memenjarakan Cyril. Namun apa daya Cyril sudah terlalu solid dengan kelompoknya. Cyril begitu membenci Hypathia. Wanita ini adalah seorang guru yang selalu didengar orang. kebijaksanaannya begitu luhur. Untuk membinasakan Hypathia, Cyril menuduhnya sebagai penyihir atas obsesinya untuk mengungkapkan rahasia jagad raya. Hypathia akhirnya mati dengan tragis. tubuhnya dikoyak-koyak dan tulang belulangnya dibakar habis.

Dari film ini saya melihat ironi yang sangat memilukan. Hypathia yang tidak pernah mengenal Kristus tau betul tentang kasih dan kebenaran. Belum lagi soal Davus, budak Hypathia yang pada akhirnya memilih hidup sebagai "prajurit kristus". Setelah sekian lama hidup menjadi alat Cyril dia menyadari bahwa perbuatannya mungkin salah. ada satu kutipannya yang sangat saya suka "I was forgiven but I can not forgive". itu adalah inti permasalahan film ini dan menurut saya hak ini masih relevan sampai dengan saat ini. Saya menganggap segala tindakan Cyril dan umat kristen dalam film ini sebagai suatu kedegilan. Tapi mungkin tanpa disadari semua pengikut kristus pernah melakukan kesalahan seperti Cyril. Terlalu arogan menganggap diri benar. berlagak tau soal kebenaran firman. mengetahui kebenaratan tapi berusaha keras menyisihkannya. Saya benci dan malu pada perbuatan Cyril tapi mungkin kita semua pernah berbuat seperti Cyril hanya bukan dengan cara yang ekstrim seperti yang Cyril lakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun