Pembangunan internasional masih menjadi PR krusial yang dihadapi oleh banyak negara berkembang. Salah satu faktor penghambat penanganan permasalahan pembangunan negara berkembang ialah tingkat keterbelakangan yang dialami oleh negaranya. Keterbelakangan yang dimaksud ialah kemiskinan, kebodohan, wabah penyakit, maldistribusi pendapatan nasional, keterbelakangan kinerja ekonomi, serta lemahnya administrasi negara tersebut. Namun, keterbelakangan yang dialami oleh berbagai negara berkembang tidak bisa disalahkan secara mutlak sebagai kegagalan pengelolaan. Perihal tersebut dikarenakan keterbelakangan yang dialami oleh negara berkembang acapkali disebabkan oleh konteks kesejarahannya. Dapat dilihat melalui berbagai perbedaan latar belakang dalam perkembangan sejarah yang dimiliki oleh tiap negara.
Permasalahan-permasalahan yang timbul di negara berkembang bukan merupakan permasalahannya sendiri secara terpisah-pisah, melainkan merupakan salah satu permasalahan internasional dimana kepentingan banyak negara saling terpaut, baik negara maju maupun negara berkembang. Negara maju memiliki peran sebagai penguasa perekonomian dunia sehingga kepentingan negaranya lebih terlayani atas kerugian-kerugian negara berkembang. Oleh sebab itu, maka negara maju memiliki kewajiban untuk membantu perkembangan pembangunan negara berkembang, baik dalam sektor perekonomian, maupun sosial budayanya.
Hal tersebut sejalan dengan pandangan teori ketergantungan, bahwa lazimnya negara-negara berkembang yang termasuk dalam kelompok negara "dunia ketiga" akan melakukan berbagai kerjasama bersama negara-negara maju dengan harapan dapat membangun negaranya menjadi lebih baik. Dengan merujuk atas kepentingan nasionalnya masing-masing, negara berkembang berharap nilai-nilai modern yang dimiliki negara maju dapat membantu mereka dalam proses pembangunan.
Salah satu bentuk riil bantuan negara maju kepada negara-negara berkembang ialah bantuan Official Development Assistance (ODA). Sejak awal dibentuknya ODA, diharapkan dapat dijadikan wadah bagi negara-negara yang mampu untuk memberikan bantuan kepada negara-negara berkembang dan juga negara miskin. Melalui ODA, negara pendonor dapat membantu negara berkembang untuk meningkatkan aktivitas perekonomiannya melalui bantuan secara teknis maupun finansial sesuai dengan kebutuhan negara penerima.
Adapun target ODA ialah membantu negara dunia ketiga dalam pembangunan perekonomiannya sehingga tercapainya kesejahteraan. Untuk menunjang kesejahteraan tersebut, melalui ODA, negara maju turut memberikan bantuannya dalam sektor pendidikan, kesehatan, pembangunan infrastruktur, penguatan sistem, dan juga administrasi perpajakan. Perlu diketahui bahwa bantuan yang diberikan tidak hanya berbentuk benda, namun juga dapat berbentuk jasa atau perjanjian kerjasama. Dalam bidang military aid & peacekeeping, negara pendonor dapat memberikan bantuan kemanusiaan tanpa harus menyalurkan peralatan militernya. Sama halnya ketika memberikan bantuan nuclear enery, dengan tujuan sipil, negara pendonor dapat menyalurkan bantuannya melalui pengiriman tenaga ahli pembangkit listrik tenaga nuklir beserta memberikan pemanfaatan radioaktif atas dasar keperluan medis. Selain itu, negara pendonor ODA juga dapat memberikan bantuan dalam bidang sosial, budaya, dan juga penelitian. Negara pendonor boleh mengirimkan bantuan berupa tenaga ahli atau sukarelawan untuk meneliti berbagai permasalahan yang dihadapi oleh negara-negara berkembang dan juga negara miskin. Melalui penelitian inilah yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan evaluasi suatu negara untuk dijadikan bahan perbaikan dikemudian hari. Negara maju dapat memberikan berbagai pelatihan kepada negara berkembang guna menaikkan kualitas sumber daya manusia suatu negara tersebut. Disamping membantu negara maju, negara pendonor dapat membuka akses pasar baru dalam sistem perdagangan internasionalnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa yang menerima benefit dari bantuan ini tidaklah hanya negara penerimanya saja.
Selain untuk mendukung negara berkembang agar menjadi lebih maju, bantuan ODA ini juga dijadikan ajang diplomasi bagi negara pendonor. Melalui pemberian bantuan ODA, suatu negara dapat memposisikan diri dan mengukuhkan pengaruhnya atas negara berkembang yang dibantunya dan juga dalam tatanan politik internasional.
Indonesia dulunya merupakan salah satu negara berkembang yang menerima bantuan ODA dari negara lain, khususnya Amerika Serikat, Jerman, Perancis, dan Uni Soviet. Namun saat ini, Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo bertekad untuk tidak lagi melakukan diplomasi dengan "tangan di bawah" melainkan beralih menjadi diplomasi "tangan di atas". Hal tesebut berarti Indonesia memiliki keinginan untuk tidak lagi hanya menjadi negara yang "meminta/memohon" bantuan, melain sebagai salah satu negara pendonor ODA. Meski Indonesia belum sepenuhnya maju, namun saat ini Indonesia dinilai memiliki kemampuan untuk menjadi salah satu pendonor ODA. Kesempatan ini digunakan Indonesia secara antusias. Pada tahun 2018, Presiden Joko Widodo menyampaikan pidatonya kepada seluruh Kepala Perwakilan RI bahwa Indonesia saat ini sudah menjadi negara besar dan sudah sepatutnya tidak lagi mencari bantuan negara lain, melainkan mulai membantu negara-negara lain.
Antusiasme Indonesia ditunjukkan dengan dibentuknya sebuah lembaga setahun pasca pidato Presiden Joko Widodo, Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional (LDKPI). Lembaga ini dibuat untuk ditujukan sebagai lembaga pengelola dana kerjasama endowment fund serta dana hibah yang akan digunakan kepada negara lain. Melalui lembaga inilah Indonesia menunjukkan komitmennya untuk mengambil peran untuk mendukung dan turut serta secara langsung terhadap pembangunan global.
Adapun beberapa tindakan yang telah dilakukan Indonesia dalam menunjukkan peranannya sebagai salah satu pendonor bantuan ODA adalah ketika terjadi konflik antara pemerintah Filipina dengan Fron Pembebasan Islam Moro. Indonesia mengirimkan beberapa bantuan berupa bantuan humaniter dan tenaga ahli yang berperan sebagai anggota tim monitoring internasional. Selain itu, Indonesia juga pernah memberikan bantuan ODA kepada Palestina untuk mendukung kemerdekaannya. Tujuan Indonesia untuk turut mendukung kemerdekaan Palestina ialah untuk menunjukkan sikapnya menjalankan amanat konstitusi untuk ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Paling terbaru, salah satu peran Indonesia sebagai salah satu negara pendonor ODA ialah pada bulan Maret 2022 lalu, Indonesia telah memberikan bantuan obat-obatan beserta alat kesehatan kepada pemerintahan Zimbabwe. Selain menunjukkan peranannya dalam menjalankan diplomasi "tangan di atas", melalui kegiatan ini pula Indonesia membuka kerjasamanya dengan berbagai perusahaan farmasi di wilayah Afrika.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H