Mohon tunggu...
Stefani Sijabat
Stefani Sijabat Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Tertarik degan isu-isu yang berkembang seputar sosial, hukum dan politik

menggemari topik-topik kontemporer di masyarkat urban. Blog https://dari-catatan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Apakah Dilema dalam Grasi Koruptor?

5 Desember 2019   18:30 Diperbarui: 5 Desember 2019   18:34 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Presiden Jokowi memberikan grasi kepada mantan Gubernur Riau, Annas Maamun. Annas adalah terpidana kasus korupsi alih fungsi lahan di Riau. Dalam kasus ini Annas dijatuhi hukuman penjara selama 7 tahun. Tapi kemudian seperti yang kita ketahui Presiden Jokowi memberikan grasi kepada Annas Maamun.

Grasi bukan merupakan hal yang baru. Grasi pula menjadi keistimewaan yang diberikan kepada seorang Presiden melalui konstitusi negara  ini. Kasus korupsi juga bukan merupakan hal yang baru. 

Setiap hari ada saja berita tentang kasus korupsi yang berseliwiran di media masa maupun digital. Alasan pemberian grasi pada terpidana kasus korupsi ini? Kemanusiaan. Barangkali inilah yang sungguh menggelitik. 

Kekecewaan besar datang dari mereka yang selama ini vokal menentang kasus korupsi. Dari masyarakat biasa hingga lembaga dan tokoh yang berkecimpung di dunia hukum pidana.

Baca juga : NASIONALISME BAGAI CANDU

Logika yang menarik memang harus diakui. Terpidana kasus korupsi diberikan grasi dengan alasan kemanusiaan. Jangan lupa kasus korupsi bukanlah tindak pidana biasa. Ada alasan mengapa bahkan dalam sistem peradilan hukum pidana mengharuskan adanya 5 hakim dalam persidangan.

Kasus korupsi bukan sekedar mengambil atau menggunakan uang negara untuk kepentingan pribadi.Tapi kasus korupsi juga merupakan pidana yang menghilangkan hak banyak orang yang negara harus berikan. 

Ada kepentingan bukan hanya pemerintah dalam kasus korupsi, tapi juga kepentingan rakyat banyak yang harusnya menikmati kesempatan-kesempatan dari hasil pajak rakyat. Jelas ada unsur kemanusiaan di dalamnya.

Memang unsur kemanusiaan dalam tindak pidana semacam korupsu tidak langsung terlihat seperti kasus Ham atau pun tindak pidana lain . Namun inilah yang menjadikan sebuah tindak pidana korupsi lebih berat lagi. Korban dari tindak pidana korupsi tidak bisa terlihat langsung.

Baca juga : BELI 1 GRATIS 2 PRESIDEN ?

Namun lagi-lagi alasan kemanusiaan selalu menjadi sebuah alasan yang menggelitik. Annas Maamun usiannya sudah mendekati awal 80. Sebuah umur yang sudah masuk dalam umur rata-rata memang. 

Belum lagi dengan alasan berbagai penyakit yang menyerang di usia senja ini. Dari surat permohonan grasi yang dikirimkan ke Presiden Annas menyebutkan bahwa semenjak 2015 ia harus bolak balik ke rumah sakit karena kondisi kesehatanya sebanyak 11 kali.

Di umur yang sudah senja tersebut pasti akan ada penyakit yang di derita. Belum lagi dengan status terpidana korupsi di dalam bui dan pidana lain yang masih berjalan proses hukumnya. Derita Annas yang di gambarkan dalam surat yang ditunjukkan pada Presiden ini memang merupakan kondisi yang cukup memilukan.

Bila dengan naifnya kita menyingkirkan kasus korupsi yang melekat pada Annas, kondisi tersebut memang butuh perawatan yang lebih di hari tuanya. Sayangnya banyak orang tidak bisa memisahkan kasus korupsi yang telah di lakukan dengan kondisi yang dialami saat ini.

Bila kemanusiaan merupakan alasan mengapa potongan hukuman bui sebanyak 1 tahun diberikan, alasan kemananusiaan pula yang pada dasarnya menjadikan korupsi menjadi tindak pidana.

Artikel lain di Dari Catatan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun