Mohon tunggu...
Stefani
Stefani Mohon Tunggu... Guru - Stefani

Stefani 25 September Tangerang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Experiential Learning (Hands-on Approach)

17 September 2021   16:28 Diperbarui: 17 September 2021   16:31 895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Teori ini diperkenalkan oleh John Dewey, seorang filsuf dan pemikir dalam dunia pendidikan. Dewey lahir di Burlington pada tahun 1859. Menurut Dewey, dalam pendidikan, pengalaman belajar harus menjadi sebuah proses yang aktif oleh siswa itu sendiri. Siswa harus diikutsertakan untuk memecahkan masalah sehari-sehari dan tantangan yang ada. Pembelajaran yang baik harus terdapat dua hal yang menjadi landasan yaitu: fungsi sosial dan tujuan untuk siswa sebagai individual. Dalam penerapannya dibidang pendidikan tentu ada sisi postif dan sisi negatifnya. Untuk sisi positif teori ini, siswa diberi ruang untuk belajar tentang hal-hal baru, tentang cara pandang yang baru, dan tentang cara menghadapi masalah dari sudut lain. Siswa juga diarahkan untuk belajar secara kooperatif bersama teman-temannya atau pun para guru, dan yang terakhir adalah teori ini berpusat pada diri siswa. Peran pendidik dalam pembelajaran ini hanya untuk sebagai pengarah dan memberi koreksi bilamana ada sesuatu yang tidak tepat atau salah.

Ada pun sisi negatif di dalam penerapan dalam proses belajar dan mengajar adalah cara atau metode belajar ini tidak dapat mencukupi untuk belajar tentang sesuatu yang luas, karena siswa melakukan hal yang dipelajarinya secara mandiri jadi cakupan yang dipelajari hanya apa yang dipraktekan oleh siswa. Oleh karena juga peran pendidik yaitu guru atau fasilitator yang hanya sedikit, siswa juga tidak disediakan untuk arahan yang lebih detail dan fokus untuk melakukan atau pun memahami sesuatu secara mendalam. Sisi negatif yang terakhir dari metode belajar ini adalah apa yang dipahami dan dipelajari akan secara subjektif. Bukan mengambil inti umumnya seperti cara belajar lain tetapi lebih kepada pemahaman dan pengertian dari diri siswa. Jadi, apa yang dipelajari dan dipahami masing-masing siswa kemungkinan dapat berbeda satu sama lain walau pun yang dilakukan atau yang dipraktekkan adalah sesuatu yang sama prosesnya.

Experiential learning banyak dipakai beberapa tahun belakangan ini untuk membantu proses belajar mengajar anak-anak usia pra-sekolah sampai sekolah dasar. Diusia tersebut memang seharusnya anak-anak diberi ruang lebih untuk mengeksplor dan memahami cara pandang mereka terhadap sesuatu yang terjadi disekitar mereka sehari-hari. Di rumah atau pun di sekolah dapat menjadi ruang yang baik dan pas untuk menerapkan metode belajar ini. Para guru dan orang tua hanya akan menjadi pengarah untuk membantu para anak-anak menemukan pemahamannya sendiri atas apa yang mereka pelajari sesuai dengan kapasitas cara pikir dan cara pandang mereka.

Dengan pendekatan hands-on ini, siswa belajar dengan melakukan sesuatu, dan juga mereka ikut aktif terlibat dalam belajar, serta mereka dapat menemukan hubungan dengan materi yang akan dibahas dan diajarkan sebelum mereka mempunyai dasar pengetahuan dari tema yang akan dipelajari. Pedekatan ini sangat bagus dan cocok digunakan pada saat kelas-kelas harus secara daring, karena mereka tidak perlu menunggu guru yng mengajarkan, mereka dapat mencobanya sendiri di rumah dengan pengawasan orang tua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun