Mohon tunggu...
Steandy Nico Oktabriant
Steandy Nico Oktabriant Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobi mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Normalisasi Hukum sebagai Instrumen Kekuasaan: Perspektif Foucault

11 Januari 2024   14:42 Diperbarui: 11 Januari 2024   14:45 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Michel Foucault adalah seorang filsuf dan sejarawan Prancis abad ke-20, ia dikenal dengan kontribusinya yang mendalam terhadap pemahaman kita tentang kekuasaan dan kontrol sosial. Salah satu konsep sentral dalam pemikirannya adalah normalisasi sebagai instrumen kekuasaan. Artikel ini akan membahas bagaimana konsep normalisasi diterapkan pada domain hukum, menggali cara hukum berfungsi sebagai alat kontrol sosial dalam pandangan Foucault. 

Foucault mengembangkan ide normalisasi sebagai bagian integral dari kekuasaan. Menurutnya, normalisasi mencakup serangkaian praktik yang digunakan oleh kekuasaan untuk menormalkan individu agar sesuai dengan standar dan norma tertentu yang diinginkan oleh masyarakat atau otoritas. Normalisasi tidak hanya terbatas pada penyesuaian individu terhadap norma sosial, tetapi juga melibatkan pembentukan norma itu sendiri. 

Dalam pemikiran Foucault, hukum tidak hanya berfungsi sebagai sarana untuk menegakkan keadilan atau menanggapi pelanggaran norma. Lebih dari itu, hukum merupakan instrumen penting dalam normalisasi masyarakat. Proses legislasi, pengadilan, dan penegakan hukum semuanya berperan dalam membentuk dan mempertahankan norma-norma tertentu. 

1. Legislasi sebagai Pembentuk Norma 

Foucault menyoroti peran legislasi dalam pembentukan norma. Proses pembuatan undang-undang adalah cara negara menentukan dan menormalkan perilaku yang dianggap sesuai dengan kepentingan masyarakat. Dalam hal ini, hukum bukan hanya sekadar menanggapi tindakan melanggar, tetapi juga mendefinisikan apa yang dianggap sebagai perilaku yang 'normal' atau 'pantas' dalam masyarakat.

2. Pengadilan sebagai Mesin Normalisasi 

Menurut Foucault, sistem peradilan tidak hanya bertujuan untuk menghukum individu yang melanggar hukum, tetapi juga untuk menghasilkan pengetahuan dan memperkuat norma-norma tertentu. Pengadilan menciptakan narasi tentang perilaku yang dapat dianggap sebagai contoh buruk atau sebagai ancaman terhadap ketertiban sosial. Putusan pengadilan, dalam konteks ini, bukan hanya hukuman, tetapi juga bentuk pengawasan yang bersifat normalisasi.

3. Penegakan Hukum sebagai Kontrol Sosial 

Penegakan hukum tidak hanya tentang menindak pelanggar hukum, tetapi juga tentang menciptakan ketertiban sosial melalui kontrol. Foucault menunjukkan bahwa mekanisme kontrol ini dapat mencakup pengawasan konstan terhadap individu, baik melalui teknologi surveilans atau melalui pembentukan catatan kriminal. Dengan demikian, hukum dan penegakan hukum berperan dalam menciptakan dan mempertahankan norma-norma yang diinginkan oleh kekuasaan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa normalisasi adalah instrumen utama kekuasaan, dan hukum memiliki peran sentral dalam proses ini. Legislasi membentuk norma, pengadilan menciptakan narasi, dan penegakan hukum menjadi alat kontrol sosial yang efektif. Pemahaman terhadap hubungan antara normalisasi dan hukum menyoroti pentingnya kritisisme terhadap kekuasaan dalam merumuskan dan melaksanakan norma sosial. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun