Mohon tunggu...
Statistisi Berbagi
Statistisi Berbagi Mohon Tunggu... -

Berbagi dengan statistik

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

"Matematika Beras": Menghitung Produksi Beras

24 April 2015   06:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:44 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan saudara Felix dengan judul “Pelajaran “Matematika Beras” Faisal Basri” menarik untuk disimak. Dalam tulisan, yang sejatinya merupakan tanggapan terhadap tulisan ekonom kondang Faisal Basri berjudul “Matematika Beras”, itu saudara Felix melakukan simulasi dengan menggunakan angka-angka statistik untuk menelaah konsistensi antara data produksi dan konsumsi beras nasional serta menerawang apakah target swasembada beras bisa tercapai pada 2018. Sayangnya, sebagai kuli data, penulis mendapati sejumlah kekeliruan pada tulisan saudara Felix.

Produksi padi

Kekeliruan pertama adalah soal data produksi padi. Perlu diketahui, secara resmi (official), hanya ada satu angka produksi padi di negeri ini, yakni angka yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Meskipun dalam prakteknya perhitungan produksi padi merupakan hasil kolaborasi antara BPS dan Kementerian Pertanian (Kementan), lembaga yang memiliki otoritas untuk merilis data produksi padi secara resmi hanya BPS. Dengan demikian, angka produksi padi pada 2014 sebesar 70,6 juta ton GKG yang digunakan saudara Felix ketika melakukan simulasi sejatinya merupakan angka BPS, bukan angka Kementan.

Pertanyaannya, mengapa angka tersebut berbeda dengan angka yang disebutkan Faisal Basri dalam tulisannya, yakni sebesar 70,8 juta ton GKG, padahal keduanya merupakan angka BPS? Jawaban pertanyaan ini bisa dijelaskan melalui informasi yang disajikan pada tabel berikut.

[caption id="attachment_379931" align="aligncenter" width="582" caption="Sumber: Berita Resmi Statistik, BPS"][/caption]

Secara ringkas, dapat dijelaskan bahwa ada empat status angka yang dirilis secara resmi untuk menyatakan angka produksi padi tahun tertentu, yakni Angka Ramalan I (ARAM I), Angka Ramalan II (ARAM II), Angka Sementara (ASEM), dan Angka Tetap (ATAP). Angka produksi padi tahun tertentu perlu disajikan dalam empat status angka yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan pengguna data, khususnya pemerintah, yang membutuhkan data dengan time lag sependek mungkin untuk kepentingan perencanaan dan pengambilan kebijakan.

Para pengguna data harus selalu merujuk pada angka terkini. Alasannya sederhana, karena angka tersebut lebih akurat dan menggugurkan angka yang dirilis sebelumnya. Simpelnya seperti ini, jika BPS telah merilis ARAM II, ARAM I sudah tidak berlaku lagi, dan seterusnya hingga hanya ada satu angka tetap yang tidak berubah untuk tahun tertentu, yakni ATAP.

Angka produksi padi yang digunakan saudara Felix merupakan ARAM II. Angka ini sebetulnya sudah tidak berlaku lagi karena angka produksi padi tahun 2014 yang terkini, yakni ASEM, telah dirilis oleh BPS pada awal Maret lalu. Angka itulah yang dikutip oleh Faisal Basri dalam tulisannya, yakni sebesar 70,83 juta ton GKG.

Produksi beras

Kekeliruan kedua adalah ihwal perhitungan produksi beras. Saudara Felix menggunakan laju konversi  sebesar 62,74 persen untuk menghitung produksi beras nasional. Hal itu tentu tidak tepat. Karena laju konversi tersebut merupakan rendemen penggilingan, yang pada dasarnya hanya menunjukkan perubahan berat yang terjadi karena perubahan wujud dari gabah menjadi beras. Pendek kata, angka tersebut hanya menunjukkan bahwa jika kita memiliki 100 kg gabah kering giling, gabah tersebut setara dengan 62,74 kg beras.

Padahal, dalam kenyataannya, perjalanan dari GKG menjadi beras yang siap dikonsumsi untuk pangan penduduk merupakan sebuah rantai proses yang cukup panjang. Selama proses tersebut, yang terjadi bukan hanya perubahan wujud dari gabah menjadi beras, tapi juga berkurangnya kuantitas GKG yang siap digiling menjadi beras karena tercecer dan digunakan untuk kebutuhan non-pangan (bibit/benih dan pakan ternak) serta berkurangnya kuantitas beras yang siap dikonsumsi untuk pangan penduduk karena tercecer dan dikonsumsi untuk non-pangan.

Perhitungan produksi beras nasional yang memperhitungkan pengurangan kuantitas gabah dan beras akibat tercecer dan penggunaan untuk kebutuhan non-pangan disajikan pada peraga berikut.

[caption id="attachment_379932" align="aligncenter" width="600" caption="Diolah dari data BPS"]

14298318391105689322
14298318391105689322
[/caption]

Seharusnya, laju konversi yang digunakan ketika menghitung produksi beras nasional adalah sekitar 57 persen. Angka tersebut telah memperhitungkan perubahan kuantitas gabah dan beras karena tercecer dan penggunaan non-pangan. Jika laju konversi yang digunakan sebesar 57 persen, produksi beras nasional yang siap dikonsumsi untuk pangan penduduk pada tahun lalu mencapai 39,82 juta ton, bukan 44,3 juta ton seperti hasil hitung-hitungan saudara Felix. Demikian tanggapan penulis atas tulisan sudara Felix semoga bermanfaat. (*)

Salam Statistik

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun