Mohon tunggu...
Ika Karunia Purnamasari
Ika Karunia Purnamasari Mohon Tunggu... -

Life is about trusting your feelings & taking chances, also losing & finding happiness, appreciating the memories and learning from the past, \r\n\r\n\r\n[just ordinary me]

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tanya Namanya, Dengarkan Kisahnya

7 Januari 2014   15:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:03 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13890823991119152980

“Mba, itu Qur’annya cantik amat?” seorang gadis belia bertanya. “Hai, oh iya, mau liat juga?” spontan saya sodorkan kepadanya . “Maaf mba, belum wudhu!” jawabnya. “Oh, Oke” saya pun membuka masker dan tersenyum karena percuma kan ‘senyum’ kalo tertutup masker. “Qur’an nya beli dimana, Mba?” “Oh, dikasih kebetulan.” “Wah menyenangkan sekali dikasih Qur’an lucu begitu.” “Iya, biar saya baca dan dia dapat pahala juga katanya” dan kami tertawa bersama. “Buku apa tuh?” bertanya. “Tazkiyatun Nafs, Mba!” “Wah Berat juga ya..!” karena sepengetahuan saya, tazkiyatun nafs adalah tentang penyucian jiwa dan pembersihan diri, ini ilmunya agak tinggi buat saya pribadi, yang masih sekedar membaca buku pembersihan otak kanan kiri, “Iya, Mba, saya mau tobat!, saya mau lurus … !” tiba-tiba dia berkata padahal saya belum lanjut bertanya. “Mba, saya memang masih muda, usia saya sekarang 21 tahun tapi sudah memiliki bayi lucu, usianya 1 tahun 9 bulan, dan memang saya melakukan kesalahan yang saya takut Tuhan gak mau maafkan.” Sebelum pembicaraan lebih dalam, saya tanyakan namanya dan berhati-hati bicara menambahkan obrolan, niat saya hanya mendengarkan. Namanya Yenat, beruntung masih bisa lulus SMA, ‘ketauan’ hamil ketika ujian akhir, “karena saya dulu terlalu cinta, dan menuruti semua permintaannya, walaupun saya tau itu tercela” ujarnya, dan segera menikah sebelum ijazah tiba. Bercerita bahwa suaminya yang masih seumuran, suka main tangan sembari menunjukan beberapa bekas luka parut di lutut dan siku juga wajah pelipis kanan. Saya mengernyit seram, Suaminya tidak bekerja ataupun kuliah, setiap hari dihabiskan bermain game online. Maka, dialah yang bekerja demi bayinya. Dan ceritanya berlanjut tentang cinta sejati versi orang tuanya. Sang ayah yang berbeda 7 tahun lebih muda dari ibunya yang adalah seorang penderita polio, jadi fisiknya tidak sempurna. Cinta kasih sayang mereka bertahan sampai sekarang. Dia minta sama Tuhan, kelak dipersatukan dengan orang yang sama seperti ayahnya yang membanggakan. Dan saya mengaminkan. Dia terisak pelan, saya peluk dia takut berkepanjangan dan menimbulkan perhatian dari orang sekitaran. Dengan bahasa yang sederhana tapi cukup cerdas, dia berkata akan segera kuliah demi cita-citanya yang tertunda. Psikologi, pilihannya. Untuk menenangkan jiwanya dan mendidik anaknya. “Mba, Tuhan menerima tobat kan?” “Wah, saya orang awam bukan ustad, tapi sepemahaman kita sebagai manusia yang beriman, Allah maha penerima taubat,” kembali bingung menjawab. “Mba, keputusan cerai saya sudah turun. Saatnya saya merangkai cita untuk anak saya dan keluarga besar yang pernah saya kecewakan.” Ahh, mrebes mili juga lihat niatnya, seandainya Qur’an saya bukan pemberian, saya hibahkan langsung untuknya, saya yakin dia akan senang hati membacanya. “Mba, doakan saya, saat ini hidup saya untuk anak dan keluarga saya. Kalaupun nanti ada pria yang bersedia menerima saya, semoga dia gak sekedar menyatakan cinta, tapi benar-benar sayang yang dibuktikan. Lebih baik dicintai seperti papa cinta mama.” “Doa apapun yang terbaik untuk mbak juga yaaa…” bahkan dia ikhlas mendoakan saya yang cuma mendengarkan, seorang anak sekaligus ibu yang baik. Padahal saya belum sempat bercerita banyak. Berkaca-kaca kami saling menatap dan mengaminkan. Kami bertukar nomor yang bisa dihubungi. Ternyata rumahnya di Pasar Minggu, tapi ‘kebetulan’ dia mengantar barang untuk ayahnya, jadi bertemulah kami di bangku peron stasiun Jatinegara. Berpisah ketika keretanya tiba. Gak ada kebetulan dalam hidup; termasuk dia yang dihadirkan Tuhan untuk membagi pelajaran. Berjanji akan mencari Qur’an yang sama dengan yang saya terima, untuknya yang serius berniat mengejar impian sekaligus memohon ampunan. *** Ya salammm, bukannya belajar dalam kelas, malah menulis bebas. Tapi ini bukan hanya ‘karangan’, ini kenyataan salah satu sisi kehidupan. Yah, walaupun tulisan saya perhalus tanpa mengurangi esensi kebenaran kejadian. Karena saat ini pun kami malah sedang bertukar kabar keadaan. Pertama-tama, dengan mengetahui apa itu cinta, kita akan mengetahui Tuhan. Dan ketika mengetahui Tuhan, kita juga jadi tahu apa itu cinta. Jika kita bisa mengungkap keduanya sekaligus. Itulah cinta. Itulah Tuhan. Pengalaman. Bukan penjelasan. Perjalanan, bukan tujuan. Pertanyaan yang sungguh tidak berjodoh dengan segala jawaban. #Dee *Kelasnya Sari bangkunya Ika, 24 Des’ 2013 [caption id="attachment_314385" align="aligncenter" width="685" caption="belajar ceritanya"][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun