Salah satu tren yang muncul di masa pandemi adalah tingginya penggunaan layanan berbasis Cloud. Di perusahaan kami sendiri telah menggunakan aplikasi berbasis cloud semenjak 2009, dimulai dengan aplikasi CRM, kemudian di tahun 2016 menggunakan aplikasi akunting. Dan di tahun 2019 menggunakan aplikasi HR berbasis cloud.Â
Tidak dapat dihindari lagi, semua aplikasi akan 'lari' di cloud. Cloud memang memberikan banyak kemudahan, terutama kemampuan akses dari mana saja, sehingga mekanisme Work From Home, dan bahkan Work From Anywhere bisa dilakukan.Â
Maka kami juga sejak tahun 2018, yang semula banyak membantu perusahaan memasang, mengelola data center fisik, mulai beralih ke data center non fisik, atau disebut dengan virtual data center. Dengan adanya virtual data center, maka perusahaan dan instansi dengan mudah mengembangkan aplikasi berbasis cloud yang mereka miliki, untuk bisa digunakan oleh pengguna dalam (user internal) ataupun dari luar (customer).Â
Tapi tetap hingga sekarang, ada beberapa kendala yang akan dihadapi perusahaan bila kita mau migrasi, pindah dan berlari di cloud. Diantaranya adalah :
- Kekurangan sumber daya manusia yang bisa mengelola cloud hingga mencapai 45%. Untuk bisa menjalankan aplikasi di server virtual, maka sedikitnya kita harus memiliki tim yang mengerti tentang setting server virtual. Meskipun tidak sulit, tapi skill ini harus dilatih.Â
- Meningkatnya konsentrasi dan perhatian terhadap Cybersecurity dan keamanan data mencapai 44%. Salah satu yang paling diperhatikan manajemen perusahaan dan instansi biasanya adalah apakah data kita aman di cloud ? Maka saya selalu menjelaskan bahwa kita harus menggunakan layanan cloud yang memiliki data center di Indonesia (cloud zone di Indonesia). Dengan adanya kepastian fasilitas server mereka ada di Indonesia, setidaknya sudah ada kepastian hukum bila ada kebocoran data yang ditempatkan di cloud. Berikutnya adalah standar yang harus dipenuhi cloud data center terkait keamanan data, baik internasional ataupun nasional.Â
- Rumitnya mengintegrasikan layanan cloud / data mencapai 34%. Ini biasanya yang dihadapi awal, selain ketidaktahuan cara integrasi layanan cloud / data, maka perusahaan/instansi perlu mempersiapkan timnya, baik tim engineer, database, hingga programmer bisa mengerti dan mengintegrasikan layanan cloud serta data yang ada.
- Kurangnya pemahaman end-to-end terkait lingkungan teknologi cloud vs onpremise, ini mencapai 31%. Sering terjadi permasalahan ini. Terutama bagaimana file disimpan, aplikasi dikembangkan, database disimpan dimana, hingga user akses kemana.Â
- Meningkatnya biaya hingga 24%. Penggunaan cloud memang bisa lebih hemat. Tapi karena berangkat dari lingkungan yang sebelumnya sudah punya ruang server, datacenter sendiri, tentu ada tambahan cost untuk penggunaan cloud. Seringkali juga penggunaan cloud menggunakan pendekatan pay-per-use, tapi kita tidak mengelola penggunaannya, maka sering terjadi 'jebolnya' anggaran karena ada penggunaan cloud services yang melebihi atau tidak sesuai.Â
- Keputusan yang terburu-buru, mencapai 23%. Tentu sering juga terjadi bahwa dengan cloud semua bisa dilakukan dengan cepat. Tapi keputusan migrasi, metode serta kesiapan SDM harus dipertimbangkan, sehingga tidak menjadi suatu keputusan terburu-buru dan justru mengakibatkan ketidaksiapan SDM menangani cloud.Â
Banyak perusahaan dan instansi yang memang terbantu banyak dengan implementasi layanan cloud, tapi pastikan keenam hal diatas telah diperhatikan dengan baik. Sehingga implementasi, penggunaan serta monitoring pemakaian cloud dapat lebih baik.Â
Ada beberapa hal yang tetap dipertimbangkan tidak menggunakan layanan cloud, sehingga pendekatan hybrid cloud (penggunaan onpremise dan cloud bersamaan), ataupun multi-cloud (lebih dari satu cloud provider) digunakan.Â
Tetap ada juga yang dipertahankan agar bisa di onpremise, seperti server kritikal utama yang menyimpan data pelanggan sesuai regulasi yan ada, hingga monitoring system yang kebanyakan juga masih dipasang di server onpremise, sehingga memastikan semua sistem berjalan dengan baik.Â
Untuk itulah juga, maka dalam Asosiasi Pemimpin Digital Indonesia (APDI) yang baru saja terbentuk tahun lalu, memberikan prioritas terkait dengan cybersecurity dan data management dalam salah satu bidang departemen yang ada. Semua ini untuk memastikan para pemimpin perusahaan dan instansi memiliki kepekaan yang sama terkait dengan pentingnya cybersecurity dan data management terutama di lingkungan berbasis cloud saat ini.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H