Beberapa hari ini ketemu dengan anak muda, dan juga pengusaha yang telah punya usaha, bertanya kepada saya, bagaimana agar mereka bisa membangun startup dan kemudian mendapatkan dana.Â
Saya tertawa kecil. Saya bilang kalau saya, membuat usaha baru apapun, dari awal, itu namanya startup. Jadi anggapan bahwa startup itu semua hanya berhubungan dengan IT tidaklah melulu benar. Usaha kaki lima yang mulai hanya dengan membuat gorengan pisang dan kopi pun bisa dibilang startup.Â
Lalu apa bedanya dengan perusahaan ?
Startup atau dikenal juga dengan usaha rintisan, sesuai dengan namanya, merintis usaha. Saya sendiri memulai usaha awal di tahun 1996, dengan memulai website dan memulai mengajar, memberikan training data communication. Namanya juga rintisan, saya bisa memulainya sambil bekerja di tempat lain. Hal ini juga dikenal dengan kerja sambilan. Tapi startup punya pendekatan berbeda. Karena startup memang, saya ulang ya, MEMANG akan dijadikan USAHA.Â
Jadi artinya, membangun usaha startup memang ada tujuannya. Ada visi, misi dan action plan, sama persis waktu membuat perusahaan. Waktu saya membuat usaha CV pertama di tahun 2005, sudah ada visi-misi-plan nya. Lalu PT di tahun 2007, juga sama, sudah ada visi-misi-plannya. Yang membedakan, startup belum tentu punya MODAL nya.Â
Maka banyak usaha rintisan awal, mencari cara untuk bisa mendapatkan MODAL ini. Karena dalam fase awal, umumnya usaha ini mencari bentuk, bagaimana respon orang melihat, dan mendengar proposalnya, atau respon orang melihat produk dan solusi yang ditawarkan. Lalu bila orang tertarik, mereka bisa menggunakannya, bagi orang yang punya uang, mereka bisa terlibat menjadi investornya. Disinilah usaha rintisan akan menemukan tujuan pertamanya, dana untuk modal usaha.Â
Ternyata, banyak anak muda Indonesia salah kaprah. Mereka membangun startup, terutama startup digital karena ingin mendapatkan modalnya, dananya, kemudian lupa akan tujuan berikutnya. Tujuan untuk mengembangkan usaha, dan menjadikan usaha itu berguna dan berdampak bagi banyak orang, bukan hanya dirinya.Â
Membangun usaha rintisan, termasuk di bidang digital juga harus memperhatikan hal ini. Bukan hanya tujuan pendanaan yang menjadi fokus utama. Tapi membuat startup ini berkembang dan bertumbuh baik, itu yang menjadi fokus besar. Maka konsep LEAN STARTUP diperkenalkan. Karena dengan LEAN STARTUP, fokusnya adalah pengguna, customer. Bukan si pemilik startup, atau bahkan bukan tujuan dari para investornya.Â
Kebanggaan utama dari pendiri (founder) startup digital, investor (yang memberikan dana) justru terletak pada dampak yang diberikan oleh startup digital yang ada. Dan dampak ini dapat didefinisikan, ditentukan, diukur dengan metode lean startup.Â
Maka sekarang, banyak perusahaan yang telah lama pun, saya minta mereka mempelajari lean startup, karena metode ini juga berguna tidak hanya usaha rintisan, tapi juga bahkan perusahaan yang telah lama beroperasi dan sedang bingung arah masa depan di tengah dunia digital yang dinamis ini. Maka saya menyebut mereka dengan STARTSMEUP, bukan lagi startup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H