Mohon tunggu...
STARLA HONEY SIRAIT
STARLA HONEY SIRAIT Mohon Tunggu... Security - S1 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Hobby Mendengarkan Music, Bernyanyi, Menonton Film.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

dunia pendidikan rawan kekerasan seksual

2 Januari 2025   10:40 Diperbarui: 2 Januari 2025   10:40 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

dugaan asusila guru terhadap murid di Gorontalo
*Dunia pendidikan sedang darurat kekerasan seksual*

Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menyebutnya sebagai "darurat" karena tindakan kekerasan seksual anak di satuan pendidikan terus berulang dengan tren meningkat. Hal ini diperparah dengan sanksi terhadap pelaku yang rendah sehingga tidak menimbulkan efek jera.
"Ini sudah darurat. Antisipasi pencegahan dan penanganannya harus secara luar biasa karena ini sudah kejahatan luar biasa
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat sedikitnya 101 korban kekerasan seksual yang terjadi di satuan pendidikan pada Januari hingga Agustus 2024. Adapun sepanjang 2023, jumlahnya tercatat dua kali lipat, yakni 202 anak.
Tingginya kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan, menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), disebabkan oleh relasi kuasa antara guru dan murid yang tidak seimbang ditambah lemahnya pengawasan.

Keluarga korban: 'Dipaksa dengan modus hubungan asmara'

Seorang guru berinisial DH di salah satu lembaga pendidikan agama di Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo, diduga melakukan tindak asusila kepada seorang murid perempuan yang duduk di bangku kelas 12.
Kejadian itu terungkap usai beredarnya video yang merekam dugaan asusila oknum guru berusia 57 tahun tersebut terhadap korban.
Paman korban, Karim Toiti, mengeklaim apa yang dialami keponakannya adalah murni pelecehan seksual terhadap anak di bawa umur.
Dia menuduh oknum guru itu menggunakan relasi kuasa untuk memanipulasi sehingga keponakannya merasa tertekan dan tidak bisa berbuat apa-apa hingga akhirnya terjadi dugaan kekerasan seksual.
"Peristiwa itu sempat diceritakan kepada temannya, dan ponakan saya menangis karena dilakukan seperti itu,"
Akibat peristiwa itu, kata Karim, keponakannya sempat trauma dan beberapa hari tidak mau masuk ruangan guru di sekolah itu.
Meski tidak ada ancaman dari pelaku ke korban, klaim Karim, modus asmara terus dimanfaatkan pelaku untuk memanipulasi korban.
BBC News Indonesia telah menghubungi terduga pelaku untuk dimintai tanggapan terkait tudingan-tudingan yang ditujukan padanya, namun hingga artikel ini diterbitkan yang bersangkutan tidak memberikan respons.
Karim kemudian menambahkan bahwa dirinya kecewa dengan pihak sekolah yang tidak melakukan pengawasan dengan baik terhadap guru dan siswanya.
Dia juga memprotes dengan keras pandangan sekolah yang tidak memiliki perspektif korban---akibat peristiwa ini, keponakannya dikeluarkan dari sekolah.
Menurutnya, sekolah tidak melihat secara mendalam kasus ini dan hanya memandang bahwa ponakannya adalah pihak yang juga turut bersalah.
"Sekolah hanya mengacu kepada aturan tata tertib yang mereka buat bahwa siswa yang mencemarkan nama baik sekolah harus dikeluarkan. Padahal ini adalah kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Hak ponakan saya harus dilindungi," jelas Karim.
Karim menduga sikap sekolah yang mengeluarkan keponakannya sebagai upaya untuk melepas tanggung jawab.
"Peristiwa ini terjadi sudah dua tahun lama. Berdasarkan informasi yang saya dapat, hubungan ini sudah diketahui oleh sekolah, tapi sekolah hanya diam saja, tidak melakukan apa-apa," jelasnya.
Senada, kuasa hukum korban, Yudin Yunus, mengatakan kebijakan yang diambil sekolah terkesan berpihak kepada pelaku, bukan kepada korban.
"Jika kasus ini diketahui oleh sekolah dan mereka hanya diamkan saja. Artinya, pihak sekolah bisa dibilang turut serta dalam terjadi kasus ini dan sekolah harus benar-benar bertanggung jawab di pengadilan," tegasnya.
pelaku diancam hukuman 15 tahun penjara
kapolres Gorontalo, AKBP Deddy herman, mengatakan oknum guru berinisial DH itu sudah ditetapkan sebagai tersangka usai polisi melakukan pemeriksaan terhadap 10 orang.
tersangka pelaku dijerat dengan pasal 81 ayat 3 Undang-Undang perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara.
Dunia pendidikan sedang darurat kekerasan seksual'

Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, menyebut kasus ini sebagai cerminan bahwa "dunia pendidikan sedang darurat kekerasan seksual".
Satriawan mengatakan "situasi darurat" itu dikarenakan tindakan kekerasan seksual di satuan pendidikan terus berulang dengan tren yang meningkat, ditambah rendahnya sanksi terhadap pelaku sehingga tidak menimbulkan efek jera.
Untuk itu, katanya, pemerintah harus membuat rencana aksi nasional pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan. Hal pertama yang dilakukan, tambahnya, adalah dengan memberikan sanksi yang berat kepada pelaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun