Saat pulang dari jalan-jalan pagi, terlibat dua pilihan. Mau cepat sampai rumah, ataukah sedikit lambat. Pasalnya, jarak lewat perkampungan lebih jauh namun suasananya bersih dan menyegarkan. Resiko ingin nyaman jatuh pada pilihan jalan memutar, jalan kampung pengikat makna.
Bayang awalnya, bentangan sawah dan kali kecilnya berharap menyapa hati dan memanjakan mata lelah. Nyata aktualnya berbeda nalar, kali telah tercemar sampah dan bau-bau kurang sopan.
Sebungkah sampah, terbungkus kuat dalam karung plastik, menghapus kenyamanan pandang dan kesegaran udara alami.
Belum lagi adanya pembelaan diri, bila banjir datang, pastinya muncul sumpah serapah yang menyalahkan kali yang kurang lebar, ketiadaan tempat penampungan sampah dan seribu alasan lainnya.
Daripada menunggu sampai tua tanpa berbuat, saatnya menyadarkan diri untuk menata sampah, mendaur-ulang sampah dan juga bersinergi bersama. Jangan lakukan pembenaran diri, membuang sampah di kali maupun selokan-selokan.
Senang bila rumah kita bersih, artinya senang pula bila kali kita bersih. Itu hanya mungkin terjadi kalau semisal di benak kita ada paradigma bahwa kali itu adalah rumah kita juga yang perlu dijaga kebersihannya. Bukankah Pola Hidup Bersih dan Sehat merupakan dambahan kita semua? Â - Â (/stalgijk)
Bandung, 13 Nop 2016
Catatan : Artikel/Foto Dok Pribadi, Johanes Krisnomo, Lokasi : Ciawitali- Cimahi-Bandung, Minggu (13/11/16).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H