Celoteh kita berdasarkan apa yang dirasa. Bukan berasal dari kajian ilmiah, dan tak layak bila dijadikan acuan karya tulis. Semacam uji ombak, bila setuju dan tak setuju boleh komen. Kali ini, menyoal tentang lagu-lagu lawas yang tak hanya disuka kaum sepuh, tapi juga mereka-mereka yang masih tergolong muda.
Demi memenuhi permintaan tetangganya, Si Tulus (25 Thn), anak muda yang telah beristri dan beranak satu, Â harus bekerja keras memainkan gitar pinjamannya, dan belajar menyanyikan lagu "Demi Kau dan Si Buah Hati -- Pance"
Bermain gitar biasanya dilakukan sepulang kerja sore, di saat santai setelah anaknya tertidur dan tak ada lagi tugas-tugas. Hasilnya selain sehat dan bahagia, terkadang ada sekadar oleh-oleh buat dibawa pulang.
Bukan karena suara merdu, tapi ketepatan nada dan gerak bibir saat menyanyikan lagu, cukup bisa diterima tetangganya, seorang Bapak yang pastinya tak muda lagi.
Belakangan ini, lagu "Sepanjang Jalan Kenangan -- Broery" tak luput dari apa yang menjadi targetnya. Katanya sich sulit, mungkin lagu yang sangat populer itu belum pernah didengarnya.
Anak-anak muda penyuka lagu-lagu lawas, seperti Tulus, tertarik karena sebelumnya pernah tahu dari orangtua-nya yang sering mendengarkan radio atau kaset. Bagi yang belum tahu, kaset itu semacam gulungan pita yang berisi lagu-lagu, dalam bentuknya noda-noda magnetik, dan diputar bila ingin mendengar. Kini, alat pemutarnya sudah sangat jarang dijumpai.
Apapun medianya, lagu-lagu lawas tetap berkumandang, bahkan sangatlah mudah didengar. Tak harus kaset, atau menantikan hadirnya lagu-lagu kesayangan lewat radio, karena semua telah berubah.
Hanya bermodalkan gadget, atau laptop, hampir semua lagu-lagu lawas telah tersedia di youtube. Bisa disimpan dalam di flashdisk atau media lainnya, tak lagi harus repot-repot.
Bagi yang telah berumur, atau sepuh, biasanya kurang berminat untuk mendengar atau menyimak lagu-lagu kekinian yang nada-nadanya sangat unik dicerna.
Begitu masuk irama yang sesuai, meski beberapa bait, kaum sepuh akan langsung memposisikan diri pada alamnya. Ingatan "Kisah Kasih di Sekolah -- Obbie Messakh", tentang bagaimana resah dan gelisah menanti pacar, atau teman sekolahnya, yang malu pada barisan semut-semut merah ketika menanti.
Lagi-lagi perlu diuji, reaksinya jelas, lelahnya kehidupan berasa ambyar bila dilantunkan lagu-lagu Koes Plus -- Kolam Susu, atau Apa Salah dan Dosaku -- D'lloyd, dan lain-lainnya pasti.
Menyimak lagu lawas, memberi pelajaran, betapa kehidupan itu memang berwarna-warni, dan mengingatkan peristiwa ketika kita mendengarnya dulu.
Maraknya kesukaan anak-anak muda, terhadap lagu-lagu lawas, nampaknya berkelanjutan. Salah satu bukti, kita jumpai beberapa grup band anak muda, mulai bertumbuh dan bersemangat melestarikan lagu-lagu Koes Plus. Seperti telah dijelaskan, bahwa ternyata mereka pun tertular dari orangtuanya menyukai lagu-lagu lawas.
Sengaja maupun tak di sengaja, lagu-lagu lawas didengar, dinikmati, dan diviralkan dalam berbagai media dengan mudahnya.
Berharap, di kemudian hari, anak-anak muda yang saat ini aktif memainkan dan menyanyikan lagu-lagu lawas, atau hanya sebagai pendengar selintas, akan menjadi orangtua yang akan menularkan kesukaan kepada anak-anaknya.
Mari lestarikan Lagu Lawas, tuanya lagu memang bikin kita awet muda, sehat dan bahagia.
Bandung, 26 Juli 2020
Catatan: Terinspirasi oleh tulisan Bpk Tjiptadinata Effendi, "Memutar Ulang Lagu Lama Apakah Salah?", Kompasiana, 26 Juli 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H