Mohon tunggu...
Johanes Krisnomo
Johanes Krisnomo Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Penulis, YouTuber : Sketsa JoKris Jo, Photografer, dan Pekerja. Alumnus Kimia ITB dan praktisi di Industri Pangan.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Kompasianer, Nyamannya Nama Kita Disebut

15 Juli 2020   00:55 Diperbarui: 15 Juli 2020   11:59 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senangnya Si Peang disebut. Nama itu melekat erat, saat masih di kampung bersama bapak-ibu. Gara-gara bapaknya, potong rambut asal-asalan tak rata, atau peang karena tak mau pergi ke tukang cukur. Hingga dewasa, dan tinggal di kota, nama itu begitu berarti dan berasa nyaman karena mengingatkannya.

Janggal rasanya, mendadak lupa-nama ketika sedang berbincang, karena dimaklumi tak setiap hari jumpa. Sesuatu banget, bicara agak tersendat karena sambil mengingat-ngingat nama.

Ingatan jernih, mencuat nama Toni ketika terbersit ingat topi miring yang sering dipakainya. Ya, sebutlah Toni Topi Miring.

Entah bagi kawan-kawan lainnya, senang dan merasa nyaman rasanya, ketika ada kawan yang menyebut kita dengan  nama. Boleh pakai sebutan atau tidak, tergantung sejauh mana hubungannya. Mas Toni, atau Pak Toni, bebas-bebas saja.

Serupa di tempat kerja, ketika harus pindah lokasi dengan kawan-kawan baru, biar tak lupa, penting menyebut nama di saat jumpa kawan-kawan lama. Bukannya sombong tak mau mengingat, memori di otak yang mulai usang bisa jadi tak mampu.

Cara jitunya bisa belajar ingat nama dengan embel-embel. Semisal, Agus Roti Kering, karena dulu sering bawa roti kering buat sakit maag-nya agar tak kambuh. Namanya tetap Agus, tambahan Roti Kering hanya berlaku untuk diingat, tak usah disuarakan, siapa tahu dia tak suka.

Tak semuanya lupa nama, ada juga yang mudah diingat, karena masih suka bertemu, tergantung suasana dan situasi.

Berlaku juga di komunitas, tepatnya Kompasiana, tempat berkumpulnya ribuan penulis. Apa yang kawan sebutkan nama buat diri ini, dalam komentar sebuah tulisan, ada senang, nyaman dan merasa lebih akrab, inginnya diterapkan sebaliknya juga.

Komentar Laman Kompasiana. Sumber : tangkapan layar dari www.kompasiana.com
Komentar Laman Kompasiana. Sumber : tangkapan layar dari www.kompasiana.com
Setiap tulisan, hampir pasti mencantumkan nama asli penulisnya, dan kita sebagai penulis bukan cuma mengirimkan karya tulisan, dan selesai. Memberi komentar, menyapa dan memberi nilai setelah menyimak tulisan kawan, adalah budaya Kompasianer, sebutan penulis Kompasiana, yang saling berkunjung dan berbagi semangat.

Pengalaman pribadi sebagai Kompasianer, gatal rasanya bila hanya menulis, tanpa berkunjung ke kawan-kawan lainnya. Merasa diri ini kurang, dan pastinya begitu, karena banyak penulis-penulis hebat bertebaran di laman Kompasiana, dengan berbagai jenis tulisan.

Terbukti, banyaknya penulis-penulis hebat, Kompasianer, masih saja sering hadir berbagi semangat ke laman kawan-kawan yang masih unyu-unyu, dengan sikap rendah hatinya.

Kalau dipikir-pikir tak perlulah demikian, nyatanya pertemanan akan bertambah pesat, dan tak sia-sialah karena saling berkunjung akan memperbanyak tulisan kita dibaca dan juga mempertajam kualitas.

Menuliskan nama saat memberi komentar, sebelumnya kita kenal dulu siapa dia, dengan membaca catatan profil di bawah namanya. Mengenal dan menyebut secara pribadi, itu yang dirasakan ketika jari-jari mulai menyusun huruf-huruf namanya.

Tak lupa, nama diri ini pun ikut dituliskan di akhir komentar. Kebiasaan yang melancarkan proses, berulang-ulang menuliskan nama, seolah bukan lagi menjadi beban. Tak berlaku sama, apakah menuliskan nama atau tidak tergantung selera dan pendapat masing-masing.

Curhatan ini dimaksudkan berbagi pengalaman yang dirasa, dan bukan mengharuskan kawan-kawan mengikutinya. Pada prinsipnya, menulis itu harus menjadi kegiatan yang menyenangkan, dan tidak terbebani ini dan itu, kecuali tata tertib yang berlaku khusus.

Terbayang, kawan-kawan Kompasianer saat membaca komen, meski sepintas, namanya disebut di awal, dan salam ramah dari nama pengirim di akhirnya, berharap dan hampir pasti ada perasaan nyaman, senang dan dihargai, seperti yang penulis alami.

Nampaknya tak ada yang merasa terganggu, kawan-kawan Kompasianer, ketika menyimak komentar selalu ada nama pengirim, dan nama penulisnya yang dituju.

Sejatinya, menuliskan nama dalam setiap komentar di Kompasiana adalah cara mudah untuk mengingat dan mengenal ribuan Kompasianer, agar pertemanan jadi semakin akrab, dan lebih dekat, meski belum pernah bertemu nyata.

Bandung, 15 Juli 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun