Memiliki sepeda, seperti kawan-kawan lainnya, masih sebatas angan-angan. Namun, dorongan keluarga, sedikit banyak ada andilnya. Inginnya cari yang bergigi, bukan yang ompong, agar tak berat digowes selagi jalan tanjakan.
Berbulan-bulan nyaris tak bergerak, semasa pandemi Covid-19, seolah ambyar melepas belengu, ketika ada sedikit kebebasan berolahraga dengan persyaratan tatanan kenormalan baru.
Bukan karena latah, maunya begitu, karena tak ingin sepeda yang nantinya akan dibeli dengan mengurangi jatah keperluan lainnya, hanya disimpan di ruang selepas tak lagi musim.
Seberapa pentingkah sepeda? Pertanyaan mendasar yang menjadi pertimbangan. Baca-baca dari Mbah Google, ternyata sangat-sangat bermanfaat bagi kesehatan.
Beli jangan, atau jangan beli, pertanyaan yang mengukir dan mengalir menghantui pikiran dalam suasana gundah, gara-gara sepeda.
Hebatnya lagi, bersepeda memiliki manfaat rekreasi karena memicu kehadiran hormon dopamin yang menjadikan rasa bahagia. Sehat mental pastinya, hindarkan depresi, stres dan kecemasan dengan bersepeda secara teratur.
Kebahagiaan mengendarai sepeda, nyatanya bertubi-tubi tayang di TV, bahkan senyumnya pun seolah meremehkan. Padahal tak ada urusan dengan kita-kita yang masih mempertimbangkan untung ruginya.
Bersepeda bukan olahraga diam di tempat, kecuali sepeda statis, karena banyak hal bisa dijumpai. Tak repot harus cari parkir, dan tak perlu lagi mengeluarkan biaya bahan bakar.
Bagi yang punya hobi meliput kejadian di sekitar, tinggal stop dan berfoto ria, atau mau bikin video menarik bisa pula dilakukan ketika sedang bersepeda. Bahkan saat ini telah tersedia berbagai kemudahan untuk mengabadikan situasi apa dan dimana pun.