Menuliskan apa yang dialami, selain menyenangkan, juga mudah. Hidup manusia cuma singgah, silih berganti. Beruntung bagi yang menyadari bahwa sejatinya tak seorang pun tahu, kapan saatnya harus kembali.
Menjadi tua itu pasti, bertemu kawan jauh, dan melihat kehidupannya kini, merupakan alat ukur sejauh mana hidup telah dijalani.
Tengoklah anak-anaknya, selain kawan kita yang sudah pasti menua. Bayangkan wajah unyu-unyu anaknya, ketika di awal-awal pernikahannya. Bandingkan, saat ini mereka telah dewasa dan mungkin saja telah menjadi mahasiswa, atau bekerja.
Tak usah sibuk menghitung umur, tahun sekarang dikurangi tahun kelahiran. Melihat anak-anak kawan yang sudah dewasa, membuka pemahaman bahwa kita-kita ini telah menjadi tua.
Baguslah, bila telah sadar diri, dan tidak terlena dengan sebutan kawan-kawan muda yang sering menghibur dengan sebutan lebih senior, atau panggilan Mas dan Kakak.
Tua muda sejatinya bukan masalah, karena apa yang dihasilkan jauh lebih penting. Muda tapi malas, akan lebih buruk daripada tua rajin dan masih berkarya.
Meski tua tak boleh patah semangat, perjalanan panjang menghabiskan sisa-sisa usia, tak ada yang tahu seberapa jauhnya.
Menyadari bahwa anak-anak yang dulunya unyu-unyu kini telah dewasa, jauh lebih jelas daripada bercermin diri di depan kaca.
Begitulah, umur boleh tua tapi semangat berkarya tak boleh melemah, sesuai dengan kemampuan.
Kapan kembali, tak ada yang tahu persis! Makan yang sehat-sehat, berpikir dan bergerak sehat, serta istirahat cukup adalah kunci. Terapkan sikap lebih peduli kepada sesama dan selalu bersyukur atas anugerah-Nya.