Berkisah masa lalu, mensyukuri apa yang ada. Bagai panggung sandiwara, atau sinetron kehidupan, ternyata tak bikin greget bila ceritanya monoton. Nyatanya, emosi dan air mata mampu terkuras akibat selang-selingnya perasaan sedih dan bahagia.
Menyimak pengalaman para motivator, bahwa suksesnya lebih menyentuh dalam balutan kisah-kisah perjuangan yang mengharukan. Beberapa kawan sering berkisah bahwa masa lalu-nya terlalu suram, dan itulah kekuatan.
Telur satu, dibagi 5 kakak-beradik, caranya telur diaduk bersama tepung terigu, plus air, di dadar. Jangan tanya gizi, pastinya kurang bahkan minus, kalau ada. Kuatnya badan, meskipun cuma telur, dilengkapkan dengan nasi lebih banyak. Beda zaman, waktu itu ayam dan telur merupakan menu istimewa yang mahal bernilai.
Bersyukurnya minta ampun, luar biasa nikmat ketika saatnya berjaya, berbagi kisah pada generasi lanjut bahwa sukses itu memang tak mendadak hadir, bukan seolah jatuh dari langit.
Hutang di warung nasi, pengalaman saat menjadi mahasiswa, bahkan jual selimut satu-satunya ketika kiriman orangtua tak datang pada waktunya atau terlanjur habis karena kurang, merupakan harta penyemangat bagi anak-anak muda yang sering nyinyir mengeluh.
Kesusahan bukannya musuh kesenangan, semuanya harus disikapi bahagia hati. Bila mengingat kisahnya beberapa tahun lalu, 2 anak kuliah bersama, 1 anak masih SMA, biaya hidup pas-pasan, wajarlah bila tak lagi mampu memiliki kendaraan roda empat, seperti tetangga sebelah.
Saatnya berbagi inspirasi, dan motivasi buat anak-anak muda yang patah semangat menghadapi hambatan, dengan bekal pengalaman masa lalu yang tak sehebat hasil akhirnya.
Kesulitan, dan kesusahan apa pun bentuknya, merupakan kekuatan dan benih-benih sukses di kemudian hari yang perlu digaungkan tanpa henti.
Bandung, 20 Oktober 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H