Mendengar, menyimak dan menghargai lawan bicara, bukanlah basa-basi semata. Sibuk dan tak sempat mencerna apa yang dibicarakan, berbuah acuh tanpa nalar. Kuncinya ketulusan, memberi makna dan berbagi hati.
Merasa nyaman, bila kawan berbunga hati menanggapi apa yang kita sampaikan. Tak banyak bicara, sikapi dengan banyak mendengar dan membalas ucap pada saat yang tepat.
Memberi hati, kepada kawan yang curhat, berlaku pula bagi keluhan atasan maupun bawahan yang mengharap.
Cuma hati, bukan lain yang diharap, karena dari hati akan keluar empati, bukan perhatian semu. Bila terpaksa, hentikan sementara komunikasi gadget di saat ngobrol serius, atau sampaikan jeda permintaan maaf bila tak bisa menolak panggilan.
Hati yang galau, ketika kita memberi tanggapan, tercermin dari sikap mata yang mudah membuang pandang ke-arah lain, atau seringkali melihat jam dinding atau gadget.
Sikap tubuh akan memberi sinyal bahwa kita dalam posisi tak tulus, bila terlihat kekauan postur, yang seharusnya condong ke arah lawan bicara. Gunakan gerak tangan sepantasnya, untuk memberi keyakinan pada lawan bicara bahwa kita tulus selaras hati.
Hati yang terbuka, tulus tanpa rekayasa, sudah seharusnya diberlakukan saat kita berbincang. Gunakan senyum, bila disertai hati, semua teori kebaikan akan mengikuti arahnya.
Bandung, 26 September 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H