Kasih, jangan, kasih jangan! Uang di saku pas-pasan, kalau dikasih pinjam tak bisa lagi masak dua minggu lagi. Berbekal kepercayaan, berharap kawan akan melunasinya sesegera mungkin, pada akhirnya diberikan. Dilema yang sering, dan berulang-ulang, tak tega menolaknya meski tak cukup uang.
Uang memang sering bikin masalah, tak punya uang tak bisa makan, tak bisa bayar ini-itu. Pasalnya, uang juga menjadi pemicu runtuhnya pertemanan, bahkan kekeluargaan.
Pernah terjadi, pembantu menyampaikan maksud, ingin mengambil uang mingguan-nya yang seharusnya dibayarkan minggu berikutnya, karena harus membayar hutang ke tetangganya. Nyatanya, tak bisa ditolak, harapannya begitu kuat.
Keluarga dekat pun beberapa kali minta bantuan, anaknya yang umur 4 tahun sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Siapa takut, ikatan kasih yang terjalin, telah membuyarkan kesadaran  bahwa sebenarnya di rumah pun sudah tak punya uang cukup.
Merunut ulang perjalanan hidup, ketika dulunya pernah susah dan sempat jual selimut, saat kuliah dan kiriman orang tua terlambat, mengendapkan ingatan.
Bagaimanapun, orang butuh makan, butuh sehat dan butuh bersosialisai yang pastinya perlu uang. Lebih susah, kalau orang lain memerlukan bantuan, dan kita tak berdaya.
Pada akhirnya kasih, berbelas kepada kawan, keluarga dan mungkin orang-orang yang belum kita kenal, merupakan keutamaan semampu yang dapat diperbuat.
Sejatinya, kasih telah menempati posisi teratas dalam segala pertimbangan, mengalahkan percaya dan harapan yang biasa berlaku, dibalas atau tak dibalas. Nyatalah bahwa kuatnya kasih tak harap berbalas!
Bandung, 12 Sept 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H