Dirasakan manfaatnya, ketika ruang proses sebuah pabrik pengolahan minuman, terang-benderang tanpa harus menggunakan listrik di siang hari. Hematnya biaya, menghantar khayal, bila punya rumah baru inginkan pakai sunroof.
Mulai membaca, menyimak dan melihat foto-foto di dunia maya, seperti apa rumah beratap sunroof. Biasanya sich, atap pakai genteng keramik, asbes atau bahan lain se-fungsi.
Atap sunroof, berbahan fiberglass, tembus pandang dan tembus sinar matahari, sehingga ruangan terang tanpa listrik.
Pastilah hematnya, selain sehat segar, sambil beraktifitas di rumah atau dimanapun, berkesempatan gratis memperoleh kemanfaatan sinarnya. Paradigma lama, di dalam ruangan itu identik dengan suasana terkungkung tanpa sinar matahari.
Berkhayal boleh-boleh saja, sehatnya terkena sinar, dikombinasikan dengan gerak kerja, memanjakan jiwa semangat.
Menguatkan keinginan, mempercepat pencapaian cita-cita yang terhambat karena belum punya modal. Tiap hari, tiap waktu dan tiap memandang ke atap, selama durasi waktu bekerja bagaikan bara api penguat, ingin memiliki sunroof.
Tak berlebihan kiranya, bila memungkinkan dibuatkan taman-taman kecil di sudut ruang yang dipenuhi tanaman penghasil oksigen seperti Lidah Mertua (Sansevieria) atau yang lainnya. Seusai sirnanya sinar, di sore hari, tanaman penghasil oksigen tersebut akan tetap memberi oksigen dalam jumlah cukup. Dampak akhirnya, ruangan sehat dan segar sepanjang waktu.
Siapa tahu ada rejeki berlebih, penggunaan atap sunroof bisa-bisa saja dimulai dari sebagian  ruang, semisal di dapur tanpa harus menunggu punya rumah baru.
Memindahkan kebaikan dari pengalaman sehari-hari, meski berasal dari skala besar seperti di tempat kerja, logis saja diterapkan dalam skala kecilnya, dan biarkan sunroof jadi penerang di siang hari.
Bandung, 19 Juli 2019