Ketika beberapa anak muda di kampungnya agak malas ikutan tarawih di Bulan Ramadan, Mak Nonok (64 tahun) tetap lanjut. Selain itu, shalat tahajud yang dilakukannya tiap hari, telah menguatkan hatinya untuk selalu bersyukur.
Nonok Patimah, nama lengkapnya, kelahiran asli Cimahi, bergeming menempati rumah permanen peninggalan orangtuanya. Lahir dan menua di rumah itu, hingga menikah bersama Sumarna (65 tahun) yang berprofesi sebagai buruh lepas harian.
Rumah semi permanennya, 4 x 15 meter, telah dibagi tiga untuk kedua anaknya yang telah berkeluarga, anak pertamanya laki-laki, dan yang kedua perempuan.
Meski berat langkah hidupnya, kata Mak Nonok dijalani saja tanpa banyak dipikir. Terlebih lagi, tak kurang dari 3 tahun, suaminya hanya mampu berbaring. Kata dokter, ada virus yang menyebabkan pangkal kakinya bengkak, tapi tak menular.
Bagi Mak Nonok, hidup adalah pengabdian! Tak ada penghasilan tapi masih bisa bertahan, berkat bantuan keluarga, tetangga, dan juga anak-anaknya.
"Diberi tugas ibu untuk mengasuh delapan adik-adik, ketika waktu itu, kakak tertua sudah menikah. Bahkan, saking sibuknya akhirnya hanya tamat SD," kata Mak Nonok, saat diminta cerita masa lalunya.
Berbekal pengalaman mengasuh adik-adiknya, Mak Nonok pun tak merasa berat ketika harus mengurus suaminya yang sakit berkepanjangan.
Pengabdiannya tulus, tak hanya saat suami masih sehat. Waktu itu suami bekerja sebagai pesuruh bengkel. Tiga tahun lalu, meski pas-pasan, hasil kerja suami cukuplah untuk hidup sederhana.
Siang itu, Minggu (19/05/19), Mak Nonok sedang masak air untuk mandi suaminya. Tak seperti keluarga lainnya, bukan kompor gas yang dipakai, melainkan tungku kayu bakar. Tentunya untuk penghematan, mengingat tak perlu biaya gas elpiji.