Sikap dan pikiran itu selaras. Alam bebas, membuka hati dan pikiran bahagia. Beda lagi tantangan, ketika esok hari bekerja, target-target yang dipikul menyesuaikan sikapnya.
Menjadi penulis, bukanlah pekerjaan iseng, target dan konsistensinya haruslah seiring.
Santai aja, duitnya tak terlihat! Pandangan yang bisa dikatakan keliru bila ingin menjadi penulis. Lha, pekerjaan serius yang pasti menghasilkan saja, lelah dan repotnya minta ampyun (dibaca : ampun).
Tekadnya apa serius ingin jadi penulis, atau cukup jadi pembaca saja. Berkali-kali dikatakan para ahli bahwa menulis itu menyehatkan, atau jarang sakit karena pikiran selalu diasah.
Biaya yang kita keluarkan untuk sakit, dapat disimpan untuk keperluan lain. Hidup khan yang dicari sehat dan bahagia, cukuplah itu alasan bila bertekad. Uangnya penulis akan menyesuaikan diri, percayalah.
Semirip saatnya makan, waktunya tak boleh terlambat agar laparnya perut segera mendapatkan kesehatan yang maksi. Begitu pula dengan kegiatan menulis, jam-jam yang disepakati haruslah dilakukan tepat waktu. Sepakat dengan diri sendiri.
Waktu menulis yang terkondisikan dan terjadual itu penting, agar pikiran sikap dan pikiran selaras, menyesuaikan diri. Pengalaman di tempat kerja, di jalan dan di luar itu, serta ide-ide yang selintas dan dicatat, dirangkum dan dapat dipilah-pilah menjadi bahan tulisan.
Buka kantor di rumah, Jam 20.00 -- 23.00, selepas kerja, bercengkrama bersama keluarga, makan malam dan tugas-tugas lainnya. Hari libur menyesuaikan, tergantung situasi. Â Kantor Penulis Kompasianer itulah dia. Berlaku paling tidak untuk diri sendiri.
Dimulai dari bersih-bersih meja kerja, atur posisi laptop dan kawan-kawannya, tak lupa kopi hangat plus makanan ringan kalau ada.