Ketika anak berlari, dan jatuh tersandung batu, orangtua sering meniup bagian yang terluka, dan menyalahkan batu. Diinjaknya batu berkali-kali, sambil marah-marah dan terbalaslah sudah. Untuk pertama kalinya, orangtua mengenalkan kepada anak, siapa yang dimaksud Kambing Hitam.
Masa lalu adalah bagian dari masa kini. Kawan sekantor, ketika hadir terlambat, sering memberi alasan bahwa jalanan macet. Bahkan, agar terlihat dramatis, alasannya diperjelas jalan macet dari sana ke sini, padahal berangkat sudah lebih awal dari biasanya. Kambing Hitam-nya kemacetan!
Sejatinya, keterlambatan masuk kerja dapat disikapi dengan penyesuaian waktu, bangun lebih awal, dan berangkat lebih pagi. Apalagi, keterlambatan tak jauh-jauh amat dari jeda 3 menit batas keterlambatan. Bila parah terlambatnya, bisa lebih dari 15 menit.
Hitung-hitungan dari pengalaman, berangkat 30 menit dari waktu biasanya sudah cukup aman. Kecuali kalau ada huru-hara, banjir, kecelakaan lalu-lintas yang sangat tak terduga, bisa saja lebih dari itu.
Nikmatnya datang ke kantor lebih awal, suasananya lebih santai, tidak grusa-grusu, tidak gugup, dan bisa menyiapkan diri dengan nyaman dan aman.
Kasihan banget Kambing Hitam, Â dia tak tak tahu apa-apa, bahkan makan sekolahan pun tak pernah, masih saja sering dipakai sebagai alasan di saat diri tak mau disalahkan.
Meski berjasa, kehadiran Kambing Hitam tak membuat kita melakukan koreksi dan berpikir menjadi lebih baik terhadap situasi yang salah.
Kasihanilah dia, Si Kambing Hitam yang tak bersalah, karena kitalah yang telah membuatnya bernasib sial, turun temurun dan berkelanjutan.
Dunia kita bukan dunia Kambing Hitam, dan mari sadari bersama bahwa sejatinya kitalah yang menjadi penyebab masalah. Lupakan Kambing Hitam, dan mulailah koreksi dan evaluasi diri.
Bandung, 25 April 2019