Kikuk! Tak lagi ada kebebasan menampilkan ekspresi. Usai acara pelatihan teknis, di sebuah  perusahaan, sempat menyisakan kegalauan. Pasalnya, ekspresi foto bersama, tak boleh menyiratkan dukungan pada salah satu pasangan calon presiden.
Kendali ada pada sang fotografer, yang harus mampu berfungsi sebagai penata gaya, dan kelayakan tayang foto.
Biasanya, setelah acara pelatihan berakhir, dilanjutkan dengan foto bersama dengan nara sumber. Atur-atur posisi, seimbang kiri-kanan, berbaris rapi menampilkan pose resmi, bagai robot-robot kaku berjajar.
Setelahnya, pose bebas, dan disinilah terjadinya sedikit kekacauan paham. Jari-jari tangan yang spontan, tak boleh lagi bebas  mengandung unsur-unsur nomor satu dan dua, sesuai jumlah paslon presiden.
Sebutlah misal, pose jempol manis, bermakna nomor satu. Padahal, ekspresi jempol manis, hanya sekadar mengungkapkan bahwa para peserta adalah orang-orang hebat, yang telah lulus pelatihan.
Gesitnya sang fotografer, harus tanggap darurat, mengatur keamanan, jangan sampai lolos terekam foto-foto bergaya nomor satu atau dua.
Di tempat kerja, memang tak diperbolehkan berkampanye, meski terselubung sekalipun.
Kepalkan tangan! Semangat sukses pelatihan mampu diluapkan kebanggaanya, secara kompak dan berkeadilan.
Bersepakat, dan bersemangat rayakan kemenangan, dengan kepalan tangan menyatukan para peserta pelatihan, bertekad dan berjanji akan lebih baik di dalam pekerjaannya.