"Layang-layang merupakan budaya warisan bangsa yang harus dilestarikan dan dikembangkan untuk generasi mendatang" Prasasti Museum Layang-layang, Jakarta, 21 Maret 2003, I Gede Ardika, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata.
Lahan terbatas dan serbuan gadget, mungkin salah satu penyebab, anak-anak jaman kini tak lagi banyak yang bermain layang-layang. Padahal, saat layang-layang berhasil mengudara, meliuk-liuk bahkan menantang lawan, ada tercipta rasa bahagia.
Disebabkan rasa cintanya yang sangat mendalam terhadap layang-layang, seorang pakar kecantikan  yang telah menekuni dunia layang-layang sejak tahun 1985, Ibu Endang Ernawati, mendirikan Museum Layang Layang Indonesia, di kawasan Pondok Labu, Jakarta Selatan, pada tanggal 21 Maret 2003.
Aneka layang-layang dan bukti-bukti keikutsertaan kejuaraan maupun pameran, serta koleksi layang-layang dari yang berukuran mini, dua cm, sampai yang berukuran besar terpampang di dalam bangunan dan di luar, dengan tata letak yang menarik.
Di meja lobi ada beberapa guru, mereka sedang berbincang dengan pengurus, mengenai rencana kunjungan anak-anak SD dari sekolahnya. Tampak pula, beberapa pengunjung sedang menikmati indahnya layang-layang di area luar bangunan. Mereka berswafoto, dan adapula yang membuat video.
Dengan tiket masuk Rp 15 Ribu, pengunjung sudah mendapatkan fasilitas menonton audiovisual yang berkisah tentang seluk-beluk sejarah layangan, aneka jenis layang-layang dan info lomba atau kejuaraan layang-layang dalam dan luar negeri. Dijelaskannya bahwa layang-layang selain dipergunakan sebagai sarana rekreasi, juga ritual, olah raga, fotografi udara dan penelitian ilmiah.
Bentuk dan bahan layang-layang telah mengalami perubahan. Bila ditelusuri dan diperhatikan, layang-layang bukan saja berbahan kertas, tetapi ada yang dari plastik dan kain. Selain itu, dapat kita temukan layang-layang tiga dimensi dalam aneka bentuk yang sangat menarik dan kreatif.