57 dan 75
Oleh : Johanes Krisnomo
Meski cerminnya retak dan pecah bagian tepinya, kenyamanannya tak kalah dengan salon atau tempat cukur rambut yang mahal dan ber-ac. Pelanggan cukurnya mungkin tinggal tersisa beberapa gelintir namun daya tarik tersembunyi membuatku selalu datang dan datang lagi.
Mulanya Pak Karim, panggilannya, yang kini berumur 75 tahun berpraktek di tepi Jalan Raya di daerah Cimahi, tetapi sejak 10 tahun terakhir setelah tergusur karena usia dan kepentingan pemilik lahan, mengharuskannya praktek di rumahnya sendiri yang hanya bisa dilalui kendaraan roda dua.
Hitung punya hitung, sudah 27 tahun kepalaku dicukurnya, walaupun ada satu-dua pernah dicukur orang lain dengan resiko potongan rambut panjang sebelah dan belang.
Hidupnya sebatang kara, isterinya sudah sepuluh tahun lalu mendahului, tinggallah dia bersama dua anaknya. Sepuluh anak yang lain tak serumah lagi karena sudah berkeluarga. Itupun sebenarnya, semua anak keponakkan karena tidak ada anak yang dilahirkan dari rahim isterinya. Hanya cinta dan kasih sayang yang membuat Pak Karim dengan tulus telah merawat dan membesarkan anak-anak meniti masa depannya.
Mata Pak Karim masih tajam, tak perlu kacamata dan mampu menyelesaikan pekerjaan mencukur tanpa salah. Badannya masih segar untuk orang seusianya, bicaranya lantang meski pendengarannya agak terganggu hingga terkadang bicaranya tak nyambung dengan apa yang kutanyakan.
Bila kuhitung perbedaan antara aku dan dia, 57 dan 75 hanya beda posisi terbalik 5 dan 7. Setidaknya, bila Tuhan mengijinkanku bisa mencapai umur 75, cara hidup Pak Karim perlu diteladani. Ada waktu 18 tahun untuk mentargetkan waktu minimal pencapaian.
Resep jitu Pak Karim, bekerja dan berkarya dengan tulus ikhlas dan selalu bersyukur atas karunia-Nya. Semua harus dikondisikan agar pikiran terjaga dalam keadaan sehat, dikombinasikan dengan kegiatan atau hobi yang pada akhirnya akan berdampak pada kesehatan fisik yang prima.
Bukan tanpa alasan, mengapa Pak Karim masih menjadi pelanggan tetap sebagai tukang cukur. Selain cocok cukurannya, juga semangatnya yang membuatku agak tersipu malu dengan pola hidupnya yang tidak sepenuhnya dapat kujalani.
Senyumnya tulus, siang itu kuberikan bonus Rp 20 ribu sebagai THR, dan tidak seperti biasanya Rp 10 ribu meski tarip resminya Rp 7.500,-.
Berkaryalah terus Pak Karim, semangatmu tak boleh hilang dari kasat mataku dan tetaplah sehat selama-lamanya.
Cimahi, 19 Juli 2014
Ketr : Foto aktual saat cukur di Cimahi / www.johaneskrisnomo.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H