Mohon tunggu...
Tarisha Faradis
Tarisha Faradis Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

saya suka bermain genshin

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Representasi Isu Sosial dalam Film "Barbie" (2023)

19 Juni 2024   08:21 Diperbarui: 19 Juni 2024   08:35 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Barbie sempat ramai menjadi sorotan karena tampilannya yang dikenal sebagai ikon animasi anak-anak tiba-tiba  kembali hadir dengan tampilan live actionnya yang membungkus isu-isu sosial dalam film terbarunya di Agustus 2023 lalu. Barbie, Film garapan Greta Grewig ini menuai banyak pujian karena seakan merevisi pandangan masyarakat terkait representasi stereotipikal gender yang dibawa oleh Barbie selama ini. 

Pandangan sempit masyarakat selama ini mengenai Barbie adalah penggambaran perempuan sempurna yang ideal. Untuk dikatakan cantik, seorang perempuan harus bertubuh langsing dan tinggi, berkulit putih, dan berambut pirang persis seperti barbie. Namun dalam film Barbie (2023), Greta Grewig menghadirkan representatif yang lebih beragam dan inklusif mengenai gender perempuan. Tidak hanya berfokus pada citra feminin, tetapi ia juga mengeksplorasi berbagai aspek kepribadian dan bakat yang tak terbatas pada gender perempuan. Hal ini tergambarkan dalam dunia Barbie Land, para Barbie dengan keragaman representatif ras menguasai seluruh pekerjaan yang ada dan dibutuhkan. Meski sempat dikacaukan oleh isu patriarki yang kenyataannya sedang marak dinormalisasi, pada akhirnya para Barbie kembali mendapatkan hak untuk bekerja, bersenang-senang, dan hak lain—sama seperti yang didapatkan oleh para Ken. 

Namun perlu dipahami bahwa stereotip yang sempit mengenai peran gender tak hanya menyenggol kehidupan perempuan, karena disadari atau tidak, paham patriarkat ini juga menyenggol kehidupan laki-laki. Tergambarkan bagaimana pemikiran para Ken mengenai keharusan mereka sebagai laki-laki untuk menjadi kuat, berperilaku agresif, bahkan tidak boleh berperasa. Toxic masculinity ini merupakan salah satu bentuk isu sosial yang disenderkan oleh paham patriarkat.

Tak hanya itu, paham matriarkat juga tersisipkan di awal dan di akhir film. Matriarki menggambarkan kondisi sosial yang menempatkan perempuan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam berbagai bidang. Pemahaman ini kemudian dihapuskan menjelang akhir film yang akhirnya melibatkan para Ken dalam tatanan pemerintahan Barbie Land. Ini memberikan pemahaman mengenai keberagaman dan kekuatan kolektif yang dapat memberikan hasil lebih baik dalam menghadapi tantangan.

Film Barbie (2023) menandai langkah maju yang penting dalam upaya memperbaiki kekeliruan pemahaman yang sedang marak dinormalisasi di kehidupan saat ini. Melalui karakter yang membawa stereotip sempit mengenai sebuah isu, dapat dikemas dengan tampilan baru yang menuntaskan kekeliruan tak hanya isu yang diangkat, tetapi juga dengan isu-isu lain yang terkait.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun