Mohon tunggu...
Tomson Sabungan Silalahi
Tomson Sabungan Silalahi Mohon Tunggu... Penulis - Seorang Pembelajar!

Penikmat film dan buku!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Why i Stopped Watching Porn?

9 Juni 2016   14:46 Diperbarui: 11 Agustus 2021   12:44 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tepat pada tanggal 25 Mei 2016, yang adalah Dies Natalis PMKRI ke-69, Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Perppu ini ditetapkan dengan pertimbangan, seperti termaktub pada point b (Menimbang); bahwa kekerasan seksual terhadap anak semakin meningkat  secara signifikan yang mengancam dan membahayakan jiwa anak, merusak kehidupan pribadi dan tumbuh kembang anak, serta mengganggu rasa kenyamanan, ketenteraman, keamana, dan ketertiban masyarakat.

Kekerasan seksual memang tidaklah baru-baru ini terjadi, sudah sejak dahulu. Kejadian yang menimpa YY di Bengkulu, NT remaja umur 15 tahun asal Lampung korban 19 pemuda di Bangka Belitung, IB yang duduk di bangku SMP pelaku yang mencabuli 4 bocah yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar, dan masih banyak lagi kekerasan seksual terhadap anak, tidak hanya di Indonesia, di seluruh dunia hal ini terjadi. Terlepas dari pro dan kontra penetapan Perppu itu, sudah layak memang upaya pencegahan dilakukan, bukan hanya pemerintah (sebagai suatu lembaga), tapi terutama dari diri kita sendiri. Inilah yang akan menjadi fokus dari tulisan ini, pencegahan sejak dari diri kita sendiri.

Apa yang dibagikan oleh Ran Gavrieli pada channelTEDx yang dipublikasikan di YouTube pada tanggal 26 Oktober 2013 kiranya boleh kita terapkan. Alasan pada judul materinya (Why I stopped watching porn?) -Mengapa saya berhenti menonton (film) porno?)adalah; 1. Porn brought so much anger and violence, (Film) Porno menimbulkan banyak (sekali) amarah dan kekerasan 2. Only by watching porn I take part in creating a demand for filmed prostitution –Dengan menonton (film) porno saya turut andil menciptakan permintaan untuk mempilem pelacuran, bolehlah kita renungkan pelan-pelan sambil kita bahas.

Jawaban nomor satu sudah begitu jelas terpampang di depan kita, bahwa dengan menonton film porno kekerasan akan terjadi, dengan berbagai kasus yang terjadi di atas. Selanjutnya, kata Ran apa yang kita tonton akan menyerang kita. Kita tentu pernah menonton sebuah tontonan di televisi entah itu acara reality show seperti Indonesian Idol, The Voice, Stand Up Comedy, atau talk show Shareh Sechan misalnya, kita akan berpikir bagaimana kita seandainya berada di panggung yang megah itu dan atau menjadi presenter yang mendapat banyak tepukan tangan dari penonton? Kalau kalian tidak pernah, penulis pernah. Sama halnya jika kita menonton film porno, dia akan menyerang kita dan bayangkan hasrat untuk melakukannya akan terus terjadi jika kita tidak berhenti dari sekarang, jangan salahkan orang lain jika suatu saat nama anda akan terkenal sebagai pelaku kekerasan itu.

Maka tidak heran memang dengan bebasnya mengakses film porno atau konten porno lainnya di internet diikuti dengan maraknya kekerasan seksual, terutama pada anak-anak. Mengapa pada anak?, karena anak adalah orang yang paling lemah, lemah dari berbgai sisi. Dari tenaga, anak tidak akan berdaya melawan tenaga orang dewasa yang memaksanya. Dari sisi finansial, banyak anak yang diimingi akan dikasih uang jika mau melakukan sesuatu termasuk sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan. Kelemahan anak digunakan untuk melecehkan harkat dan martabat mereka. Bahkan ada beberapa orang dekat yang seharunya melindunginya malah berbuat tidak terhormat pada mereka.

Jawaban nomor dua sangat penting untuk diresapkan ke dalam kesadaran kita, hingga kita selalu aware bahwa memang di mana ada permintaan akan selalu ada penawaran, akan selalu ada yang menyediakannya, demi keuntungan. Untung yang diambil dari atas penderitaan orang lain. Maka dengan menonton film porno kita turut memberikan penderitaan kepada orang-orang yang ada di dalamnya. Tidak seorangpun bercita-cita menjadi pelacur. Prostitusi selalu terjadi dari sebuah masalah dan atau keadaan yang sukar, dari penderitaan.

Tepatlah kiranya jargon Revolusi Mental yang dikampanyekan Presiden Joko Widodo sebelum jadi presiden, bahwa memang untuk menuju Indonesia yang hebat itu, mental dari masyarakat Indonesia harus berubah, termasuk dari kebiasaan menonton film porno.  Mental anak bangsa sudah jauh terpuruk, di bawah pengaruh buruk dari kemajuan teknologi yang tidak dipergunakan secara positif. Dengan kejadian-kejadian yang belakangan terjadi dan yang mungkin akan terjadi (jika kita masih tetap melakukan yang sama, tidak meninggalkan kebiasaan kita yang tidak baik), yang kiranya melukai hati, menggetarkan lebih sering jantung kita karena empati yang kita rasakan akhirnya memaksa kita untuk meninggalkan kebiasaan buruk kita selama ini.

Sembari kita berharap bahwa Perppu yang baru saja ditetapkan Pesiden kita akan mengurangi tingkat kekerasan seksual terhadap anak, akan membuat para calon pelaku berfikir lagi dua kali sebelum melakukan aksinya, dan memberikan efek jera kepada para pelaku kejahatan ini kelak, marilah kita sekali lagi bertanya pada diri kita sendiri; Why I stopped watching porn?

Tomson Sabungan Silalahi

Pengurus Pusat PMKRI Periode 2016-2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun