Mohon tunggu...
Tomson Sabungan Silalahi
Tomson Sabungan Silalahi Mohon Tunggu... Penulis - Seorang Pembelajar!

Penikmat film dan buku!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kontribusiku Bagi Indonesia

2 Mei 2016   02:31 Diperbarui: 7 Juli 2016   01:18 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya Tomson Sabungan Silalahi, anak bungsu dari empat bersaudara. Yang mempunyai cita-cita besar untuk meningkatkan taraf hidup keluarga dari segi ekonomi. Cita-cita itu muncul karena pengalaman hidup yang serba pas-pasan. Namun seiring berjalannya waktu, saya menyadari bahwa materi (baca: uang) bukanlah segalanya walau kadang segalanya memang membutuhkan uang. Uang digunakan sebagai indikator kebahagiaan bagi kebanyakan orang, pemikiran yang salah ini harus segera dibuang sejauh mungkin, kebahagiaan adalah kebahagiaan. Apa yang kita beri akan kita terima berlipat ganda. Berikan kebahagiaan kepada orang lain maka kebahagiaan akan datang dalam jumlah yang berlipat ganda, bukan uang. Sekarang, harta yang paling berharga yang saya punyai adalah harapan, semoga selamanya saya tidak pernah berhenti berharap. Inilah alasan saya masih bisa menjalani hidup saat ini.

Ketika saya masih bisa mendeskripsikan harapan itu, harapan itu sangat mungkin terjadi. Persolan menerima harapan, kuncinya adalah memberi harapan. Presiden Amerika John F. Kennedy pernah mengatakan “…ask not what your country can do for you, ask what you can do for your country”. Kalimat itu langsung saya ingat setelah saya melihat bahwa tema essay yang harus pelamar beasiswa LPDP tulis salah satunya adalah bertema Kontribusiku bagi Indonesia.

Negara terbentuk salah satunya karena setiap individu yang ada di dalamnya memberikan kontribusi terhadap negara itu sendiri. Maju mundurnya setiap negara bergantung pada perilaku yang dikontribusikan tiap-tiap individu yang ada di dalamnya. Maka kontribusi yang perlu diberikan adalah kontribusi yang positif agar terwujud semua cita-cita luhur para founding fathers terdahulu. Penulis sangat setuju dengan perkataan Presiden ke-35 Amerika ini, seyogianya tindakan menuntut harus didahului oleh tindakan memberi. Dengan konsep memberi kemudian menerima berlipat ganda, bisa kita bayangkan betapa majunya negeri kita ini. Cita-cita luhur Pancasila segera terwujud, jika tiap-tiap orang dari negeri ini memberikan apa yang dia punya, bukan sebaliknya menuntut sedang belum pernah memberikan.

Jika ditanyakan kepada penulis, apa yang sudah diberikan kepada negara ini? Maka jawabannya belum banyak, masih banyak yang kiranya boleh penulis lakukan tapi belum bisa diwujudkan. Menjadi ketua di perkumpulan muda-mudi Gereja dan tidak digaji, setidaknya mendapat pengalaman. Menjadi guru honor SD walau gajinya tidak seberapa, setidaknya mendapat ilmu dan pengalaman. Menjadi Ketua di organisasi kemahasiswaan walau tidak digaji, penulis juga mendapat ilmu dan pengalaman. Mengajari anak tetangga yang kebetulan mengalami kesulitan mengerjakan pekerjaan rumahnya, walau tidak dapat bayaran setidaknya hal itu memaksa penulis untuk membaca kembali materi yang hampir penulis lupakan. Selama penulis memberikan, sesunguhnya sudah langsung memperoleh imbalannya baik langsung maupun tidak langsung. Selanjutnya, sejauh tidak melakukan tindakan yang berlawanan dengan konstitusi yang berlaku di negara ini, menurut penulis, itu sudah memberikan sesuatu.

Terpuruknya suatu negara bukan semata-mata karena banyaknya orang jahat di sana, namun karena orang baik yang sedikit itu tidak berbuat apa-apa. Selain tidak melawan konstitusi yang ada, mengembangkan talenta yang sudah ada juga sangat perlu. Apa yang sudah ada harus dilipatgandakan. Karena Penginjil Matius telah menuliskan perkataan Yesus, “Siapa yang mempunyai akan diberikan kelimpahan, namun siapa yang tidak mempunyai, bahkan apa yang ada padanya akan diambil daripadanya”. Cita-cita memberikan yang terbaik bagi sekeliling  memaksa penulis untuk meninggalkan SMP Swasta Assisi agar mengembangkan ilmu di Pulau Dewata. Tidak ketinggalan memberikan sedikit kontribusi pemikiran kepada para junior yang ada di PMKRI dan melalui beberapa pemikiran yang dituangkan lewat tulisan, yang harapannya bisa memberikan dampak positif bagi diri sendiri dan bagi orang lain.

Pengembangan diri harus tetap dilakukan demi mencapai pribadi yang terbaik. Karena hanya orang yang memilikilah yang boleh memberi. Setelah memiliki, maka tanggung jawab kita selanjutnya adalah memberi. Karena hukum yang sebaik-baiknya adalah semakin kita memiliki semakin banyak yang harus kita berikan. Harapan saya adalah setelah memperoleh ilmu yang lebih banyak lagi di pascasarjana, maka akan dikontribusikan di kampung halaman. Akan memberikan yang terbaik di lingkungan kerja di mana saya mengabdi. Mudah-mudahan akan menjadi inspirasi bagi banyak orang muda yang ada di kampung halaman.

Harapan akan Indonesia yang maju (baca: sejahtera, adil dan makmur) pertama-tama akan diberikan kepada orang muda di Kampus di mana saya mengabdi. Pada essay yang kedua, saya sudah maktubkan bahwa cita-cita saya adalah ingin menjadi dosen, dosen di kampung halaman. Sebagai masa depan bangsa ini, orang muda harus dibekali sebaik mungkin, agar tetap mempunyai harapan dan tidak apatis memandang masa depan mereka, diri dan negaranya. Menjadi teladan adalah kunci perubahan. Semoga cita-cita itu segera terwujud.

Catatan: Tulisan ini adalah salah satu essay yang penulis tulis untuk memenuhi syarat administrasi beasiswa LPDP, doakan penulis agar lolos pada seleksi substansi selanjutnya!

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun