"Terpujilah Engkau Tuhan, karena saudara kami, Ibu Pertiwi yang menopang dan mengasuh kami, dan menumbuhkan berbagai buah-buahan, beserta bunga warna-warni dan rerumputan
(Gita Surya karya Fransiskus dari Asisi dalam LAUDATOSI, Paus Fransiskus)
Senja itu suasana begitu khusuk. Litani pujian alam mengalun gemulai bersahut-sahutan. Suaranya halus, sejuk dan memeluk. Siapapun yang mendengarnya akan merasa direngkuh dan disembuhkan. Komunitas Kenduri Raket Suket Desa Nawangsari -- begitu mereka menamakan diri, Â duduk melingkar mengelilingi altar yang di depannya diletakkan rangkaian "ubo rampe"Â berupa aneka makanan yang dipetik dari tanah mereka sendiri.Â
Takir-takir (mangkuk) daun pisang disusun artistik dalam tampah-tampah bambu, menyajikan rupa-rupa makanan olahan. Rangkaian makanan sehat alami itu menjadi sarana syukur, sarana cerita dan sarana pengikat janji untuk menyelamatkan warisan nenek moyang yang dikandung oleh Ibu Bumi.
"Noto suket godhong, noto tanduran, iku noto urip sing selaras karo alam (menata rumput, menata daun, menata tanaman , itu menjadi sarana menata hidup yang selaras dengan alam", Romo Patricius Hartono, Pr. pastor paroki Gereja Katolik St. Tomas Rasul Bedono Jambu Semarang, pembimbing adorasi alam tersebut memulai homilinya. Â
"Ada berapa jenis rumput/daun yang kita panen dan ada berapa jenis olahan  yang dapat kita sajikan malam ini? Ada berapa cara memasak yang kita praktekkan? Malam ini kita dapat menikmati 26 jenis makanan, ada pepes, rebusan, oseng, goreng, jus, minuman dan lain-lain. Bukankah kita ini amat kaya? Tanyanya menekankan, membelalakkan mata hadirin dan membangkitkan suara riuh rendah. Ada yang menghitung jumlah rumput yang dipanen, menyebutkan nama-nama dedaunan dan jenis makanan yang dihasilkan.
Bukankan kita menjadi semakin buta, karena hanya mampu melihat makanan yang tersedia di warung atau yang dijajakan oleh mas tukang sayur? Betapa kita juga kehilangan banyak kosa kata dari nama-nama rerumputan atau dedaunan yang bisa dimakan, yang terkadang berbeda penyebutannya di daerah satu dengan yang lain, misalnya rumput sintron, bisa disebut juga sintrong atau lengko. Ini telah memangkas hak generasi untuk mengetahui dan memiliki keanekaragaman hayati.
Dalam diskusi selanjudnya juga dibahas, betapa kita menjadi semakin miskin secara rohani, karena semakin tidak bisa menghargai dan mensyukuri berkah Tuhan berupa aneka macam sumber makanan yang tersedia di alam, namun kita hanya manfaatkan sedikit saja. Dalam ilmu 'pertanian modern' rerumputan didefinisikan sebagai gulma atau tanaman pengganggu. Sesuatu yang jelek dan mengganggu, oleh karenanya harus dimusuhi, dibasmi, diberantas. Hal ini menimbulkan dan mengajarkan rasa permusuhan, menghilangkan rasa katresnan (cinta), meretas rasa memelihara makhluk lain sesama ciptaan Tuhan.
Melalui cerita ini, para hadirin diingatkan kembali tentang berbagai jenis makanan lokal yang telah ditinggalkan. Bagaimana mereka mengenali kembali jenis rerumputan yang ternyata bisa menjadi sumber makanan tersebut? Para peserta menyatakan bahwa mereka mendapat cerita dari kakek nenek, melihat pengalaman dari daerah lain, juga dengan melihat tanda -- apabila tumbuhan tersebut dimakan oleh ulat atau hewan kecil lain, maka makanan tersebut bisa dimakan/ tidak beracun.
Momen adorasi alam -- raket suket, suket godhong dadi konco (karib dengan rumput, rumput daun menjadi teman) yang dilakukan sebulan sekali ini, menjadi momen untuk kembali hidup selaras dengan alam. Rerumputan dan dedaunan bisa menjadi sumber keanekaragaman pangan - makanan sehat yang dapat membantu melihara kesehatan tubuh.
Pemuliaan aneka ragam tanaman yang tersedia di alam, baik yang tumbuh secara liar maupun yang dibudidayakan, juga menjadi sarana untuk menceritakan kembali berbagai kearifan lokal kepada anak-anak, yang masih sangat relevan untuk menghadapi tantangan hidup masa kini. Misalnya anak diperkenalkan dengan berbagai ketrampilan mengolah dan mengkurasi kuliner lokal. Ini selanjudnya diharapkan dapat memantik timbulnya kreatifitas untuk menemukan menu baru/menu lain dari bahan yang sama.Â
Selain itu juga menjadi sarana konkrit dan sederhana untuk mengembangkan  sikap memelihara, sikap hirau hijau, sikap hidup sederhana dan sikap menghargai makhluk lain. Dapat kita bayangkan, bila sejak dini anak sangat dilingkupi dengan sikap menghargai dan memelihara tanaman, tentu anak-anak juga akan mempunyai sikap yang sama terhadap sesama manusia.
Malam itu, komunitas Kenduri Raket Suket semakin teguh untuk terus melakukan pemuliaan daun dan rerumputan yang biasanya dianggap sepele atau bahkan tak berguna. Mereka ingin menggali lebih bayak dan mengangkatnya menjadi salah satu sumber kemandirian pangan lokal di tengah banjirnya berbagai bahan makan import.
Sebagai bahan pembelajaran bagi orang lain, berikut ini saya bagikan tatacara adorasi alam yang mereka lakukan: (1). Menyajikan hasil olahan dan contoh daun/rumput mentah yang digunakan, (2). Melantunkan litani (doa pujian yang diulang-ulang) dengan menyebut satu persatu rumput/tanaman yang digunakan, (3). Mendongengkannya untuk para hadirin, yang di dalamnya termasuk anak-anak, Â (4). Kembul bareng (makan bersama).
Dekat dengan tetumbuhan dan makhluk ciptaan lain akan memampukan kita untuk mendengarkan pesan-pesan Ilahi, bahwa kita adalah anggota persekutuan semesta yang sama-sama berharganya. Mari bersama mereka ikut memadahkan tembang alam, untuk harmoni bumi dan kebesaran AsmaNya!
Memuji Gusti krono sedaya titah (Memuji Tuhan dengan segala ciptaan)
Saklumahing bumi, nyuwun welas asih Dalem (Di atas bumi, mohon belas kasih Tuhan)
Gusti nitahaken kelor (Tuhan menciptakan kelor)
Pinujio Asmo Dalem  (Terpujilah Asma Tuhan)
Gusti nitahaken kuthi (Tuhan menciptakan kuthi)
Pinujio Asmo Dalem  (Terpujilah Asma Tuhan)
Gusti nitahaken sintron (Tuhan menciptakan sintron)Â
Pinujio Asmo Dalem (Terpujilah Asma Tuhan Tuhan)
Gusti nitahaken tumbaran (Tuhan menciptakan tumbaran)
Pinujio Asmo Dalem (Terpujilah Asma Tuhan)
Gusti nitahaken manding (Tuhan menciptakan manding)Â
Pinujio Asmo Dalem (Terpujilan Asma Tuhan)
Gusti nitahaken simbukan (Tuhan menciptakan simbukan)Â
Pinujio Asmo Dalem (Terpujilan Asma Tuhan)
Gusti nitahaken cokak (Tuhan menciptakan cokak)Â
Pinujio Asmo Dalem (Terpujilan Asma Tuhan)
Krono titah Dalem ketul (Melalui ciptaan Tuhan - ketul)
Pinujio Asmo Dalem (Terpujilah Asma Tuhan)
Krono titah Dalem waluh (Melalui ciptaan Tuhan - waluh)Â
Pinujio Asmo Dalem (Terpujilan Asma Tuhan)
Krono titah dalem rendeng (Melalui ciptaan Tuhan - rendeng)
Pinujio Asmo Dalem (Terpujilah Asma Tuhan)
Krono titah Dalem krokot (Melalui ciptaan Tuhan - krokot)
Pinujio Asmo Dalem (Terpujilah Asma Tuhan)
Krono titah Dalem pace (Melalui Ciptaan Tuhan - pace)
Pinujio Asmo Dalem (Terpujilah Asma Tuhan)
Krono titah Dalem genjer (Melalui ciptaan Tuhan - genjer)
Pinujio Asmo Dalem (Terpujilah Asma Tuhan)
Krono titah Dalem mamam (Melalui ciptaan Tuhan -mamam)
Pinujio Asmo Dalem (Terpujilah Asma Tuhan)
Krono titah Dalem besaran (Melalui ciptaan Tuhan basaran)
Pinujio Asmo Dalem (Terpujilah Asma Tuhan)
Dan seterusnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H