"Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.
Dan Kami ciptakan/turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia (supaya mereka mempergunakan besi itu), dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya.
Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Maha Perkasa.” (al-Hadid 57: 25).
=====
Ayat itulah yang pertama kali disampaikan oleh para sesepuh saat pertama kali kumasuk dalam usia yang cukup pantas untuk meneruskan perawatan pusaka keluarga.
Hal yang sebenarnya sangat berat, mengingat dalam era modern sekarang--menyimpan dan memelihara pusaka tampak begitu kuno dibandingkan menenteng gadged berlogo buah apel keroak atau yang lainnya.
Belum lagi jika mulai masuk saat Suro-an, malam 1 Muharam versi hitungan Jawa dimana tanggal itu adalah tanggal pencucian atau jamasan pusaka baik keris, mata tombak maupun senjata lainnya. Sebagian besar langsung berfikir, "Hmm, jadwal ke-syirik-an dimulai".
Ya, saya mengerti--banyak penyimpangan pemahaman tentang pemeliharaan pusaka ini. Kesan ke-mistik-an nya tampak lebih kuat daripada esensi sebenarnya. Mungkin pengaruh film horor zaman Suzana hingga acara-acara TV saat ini. Saya tidak menyalahkan siapa-siapa dalam hal ini.
Padahal, kalau sekedar dianggap rumah para jin, jangankan keris, sudut rumah yang jarang dijadikan tempat sholat atau terdengar lantunan ayat Al Quran juga biasanya otomatis ada juga tanpa diundang. Iya kan?
Nah, kali ini saya ingin sedikit berbagi perihal apa dan kenapa pusaka itu mesti di-jamas--khususnya tanggal 1 Suro ini dengan sudut pandang teknis pembuatan keris dan salah satu rahasia kecil didalamnya.
Ya, pusaka--kita sebut saja kali ini keris, yang oleh UNESCO disebut sebagai "Adikarya Peninggalan Sejarah" ini memang bukan main-main gelarnya.