Akhir pekan kemarin (25/4/2015), saya mengajak anak tertua untuk liburan ke kampung halaman istri tercinta di Kota Bangko, Merangin, Provinsi Jambi.
Hajatan utama kami di sana adalah ikut merayakan ulang tahun anak ipar yang ketujuh. Namun, tak hanya itu—di sana kami juga tidak menyia-nyiakan waktu untuk berkunjung ke berbagai lokasi seperti kebun sawit keluarga serta area wisata yang sangat fenomenal di era “megalitikum” modern ini. Alias era kejayaan batu akik Nusantara.
[caption id="attachment_413477" align="aligncenter" width="590" caption="Bahan akik Badar Emas dari Kota Bangko, Merangin"][/caption]
Ya, di Kota Bangko, Merangin—di sana sudah berdiri dua tugu tanda keberadaan taman geologi yang disebut “Geopark Merangin”. Geopark ini mulai diresmikan tanggal 25 September 2013 sebagai ladang penelitian geolog dunia untuk mempelajari evolusi bumi. Di sini, terdapat batuan, fosil tumbuhan dan kerang yang usianya lebih dari 300 juta tahun.
Lokasi yang merupakan hasil riset Badan Geologi Kementerian ESDM sejak 2011 ini, sangat potensial untuk diakui oleh UNESCO sebagai salah satu warisan dunia.
Menariknya, tak jauh dari lokasi geopark—terdapat Gunung Kerinci yang tersohor karena kandungan emasnya yang sangat luar biasa. Jauh lebih besar daripada lokasi tambang Freeport di Grasberg, Papua.
Pertemuan Geopark dan gunung Kerinci inilah yang membuat munculnya dugaanku tentang keberadaan batu akik kelas super, mengingat betapa ‘tua’-nya lokasi kota ini dengan bukti keberadaan Geopark-nya.
Dan benar, ada salah satu jenis batu akik “Badar Emas” pun kudapatkan dari keluarga di sana. Menariknya, batu akik jenis badar emas ini sudah ‘tembus’ cahaya senter alias beberapa materialnya sudah mengkristal. Berbeda dengan batu akik sejenis yang kutemukan di tambang Freeport di Grasberg yang belum berbentuk kristal.
[caption id="attachment_413479" align="aligncenter" width="476" caption="Beberapa jenis temuan bahan batu akik dari Kota Bangko, Merangin"]
Batu akik lainnya juga sangat menarik. Dari hasil pemberian keluarga, setidaknya saya membawa sekitar 14 jenis bahan akik yang sangat indah. Favoritku tentu saja jenis “teratai” dan lavender ungu yang masih berbentuk lukisan alam berupa danau ungu dan pegunungan.
Hanya sayangnya, batu akik berwarna kuning bening seperti akik solar dari Aceh yang menjadi titipan anak kami terkecil belum sempat kudapatkan karena waktu yang tidak mencukupi untuk berburu bahan lagi.
Sepertinya, liburan lebaran tahun ini—selain untul silaturahmi namun juga akan menjadi ajang pemburuan batu akik selanjutnya.
====
Penulis,
@hazmiSRONDOL
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H