“Wuih, jaket kulitnya keren banget Mbul” kataku ke Gembul, tetangga kos dulu.
“Iya neh, bekas punya om gue. Tapi masih keren loh, abis aku kasih minyak bayi biar lemes lagi” katanya sambil mengaca di spion motor Pespa Ndog nya.
“Oh... Trus kok banyak banget emblemnya? Buat nutupin bolong-bolong yah?” tanyaku keheranan.
“Enak aja luh! Ini baru gue pasang tauk. Biar keren kayak genk motor di Amrik” jawabnya nyolot.
“Yaelah, mau keren mah nggak mesti masuk genk motor Mbul. Contohnya di film Easy Rider itu Mbul” jelasku.
“Easy Rider, gimana tuh ceritanya?” tanyanya dengan wajah penasaran.
[caption id="attachment_182498" align="aligncenter" width="273" caption="Easy Rider, 1969"][/caption]
Lalu aku ceritakanlah sebuah film lama, film Easy Rider yang dibuat tahun 1969 yang berkisah tentang 2 sahabat bernama Wyatt dan Billy. Duo sahabat ini melakukan perjalanan dengan sepeda motor dan ditambah satu pengacara bernama George yang akhirnya mengikutinya.
Penampilan yang nyentrik membuat mereka menjadi pusat perhatian, khususnya cewek-cewek. Bagi mereka, sepeda motor adalah alat petualangan. Petualangan bagi jiwa yang masih muda dan bebas. Bebas dalam arti sebenarnya yaitu mengikuti hati berpetualang menelusuri jalanan benua Amerika yang luas tanpa perlu bergabung dengan gank-gank motor yang waktu itu sangat kuat pengaruhnya di Amerika seperti Hell Angels, The Bandidos, The Outlaw dan The Pagans. Toh buat apa bergabung di gank jika lebih banyak nongkrongnya daripada jalan nya. Begitulah kira-kira pendapat Wyatt dan Billy.
....
“Ndol, kita sudah mirip Wyatt dan Billy nggak” katanya dengan wajah gembira.
“Yoi sob! Biar naik Pespa Ndog tapi serasa Harley Davidson” katanya sambil berteriak untuk mengalahkan suara cempreng Pespanya.
“Sialan lu, nyindir gua yah? Mentang-mentang gw cebol” katanya sambil tertawa dan tetap riang.
Akupun hanya ngakak saja, bagaimana tidak serasa Harley Davidson. Biar cuman membonceng, tapi posisi kepalaku lebih tinggi darinya. Mataku bebas memandang jalan karena helm yang melindungi kepalanya hanya setinggi hidungku.
.....
“Ngebut Mbul, bosen klinang-klinong kayak ojek sepeda gini” kataku
“apaaaa?” teriaknya untuk mengulang kecepatan.
“Ngebuuuut!” kataku keras.
Dan Pespa Ndok itupun meluncur cepat. Suanya makin nyaring membelah jalanan Ibukota yang sepi di dini hari tersebut.
“Tambahin, tambah ngebuut!” teriakku.
Pespa makin kencang (untuk ukurannya).
“Tambaaaah!” teriakku lagi
“Nggak usah teriak-teriak. Udah denger” katanya sewot
Akupun binggung. Kok mendadak Gembul bisa mendengar suaraku pada kecepatan tinggi seperti itu.
“Eh, hebat motor Pespa Ndok mu Mbul, Canggih banget! Harley Davidson aja nggak kayak gini. Makin kencang kok makin halus suaranya”
“Halus apaan BEGO!!! ! Ini mesinnya MATI...!!!’ teriaknya sambil ngerem dan mlipir ke trotoar
Oh!
[Jakarta, 17 April 2012]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H