Mohon tunggu...
Hazmi SRONDOL
Hazmi SRONDOL Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis/Jurnalis

Jika kau bukan anak Raja, bukan anak Ulama. Menulislah...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kasus Wilfrida & PT KIANI: Menjawab Fitnah ala "PKI" nya Jack Soetopo kepada Hazmi Srondol

18 April 2014   22:23 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:30 6063
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_332212" align="aligncenter" width="578" caption="Perbandingan identitas keaslian akun di Kompasiana"][/caption]

Sebenarnya saya enggan menanggapi tulisan perihal tanggapan akun anonim “Jack Soetopo” di Kompasiana yang di HL (Headlines) kan oleh admin tanggal 13/4/2014 beberapa hari yang lalu.

Disamping saya tidak melihat esensi penting dalam tulisan tersebut yang format penulisannya sangat acak-acakan dan ploting yang melompat-lompat, saya juga melihat tulisan tersebut hanya sekedar reaksi “sumbu pendek” yang gampang meleduk—khas pendukung Jokowi di Kompasiana ini atas fakta kecil yang sebelumnya saya posting di wall facebook secara singkat dan berisi pokok-pokok pikiran saja.

Namun seiring perjalanan waktu dan banyaknya rekan yang share link tulisan tersebut ke status komen facebook saya, atas masukan istri—saya diminta membalas promosi gratis branding “Hazmi Srondol” dengan jawaban yang lebih detail sebagai bagian dari sarana belajar bersama dalam melihat masalah dan saling memberi masukan.

Baiklah, walau tulisan engkong Jack sangat berantakan—namun sedikit saya bantu dua pokok pembahasan yang bisa kita pelajari bersama. Yaitu:

1.Fitnah dan pembunuhan karakter atas statement “Penipuan Publik”

2.Teknik mengali informasi dengan cara “Google it”

Penjelasan dari saya kurang lebih sebagai berikut:

1.“Penipuan Publik”

Jujur saja, saya sangat heran dengan begitu mudahnya Jack Soetopo memberi cap dan klaim bahwa yang saya tulis adalah sebuah ‘penipuan publik’. Padahal, jika tanpa embel-embel kata tersebut, akan terbuka ruang diskusi yang menarik. Apalagi saya punya banyak data yang bisa saling dikembangkan dan dicari titik tengahnya.

Namun sepertinya, Jack lebih suka memakai jurus fitnah dan cap yang caranya mirip dengan PKI di film “G30S/PKI” yang sering saya tonton saat masih SD. Cuman bedanya—PKI sedikit lebih jantan dalam film tersebut. Bendera dan tokoh-tokohnya terlihat. Berbeda dengan akun Jack Soetopo yang tidak jelas identitasnya. Ter-verifikasi pun tidak.

Padahal setahu saya, setiap manusia di bumi—punya identitas. Kecuali Tarzan atau manusia yang setipe kehidupannya dengan itu. Kalau sungkan mengirimkan KTP-nya, saya fikir passport pun juga bisa. Ini masalah itikad baik untuk tidak bersembunyi dibalik topeng akun lalu seenaknya memfitnah dan memberi cap yang berfungsi sebagai pembunuhan karakter kepada akun yang nyata dan mudah dijumpai--seperti saya “Hazmi Srondol” misalnya.

Belum lagi, boleh di cek informasi akunnya. Hampir di semua media UGC (user generated content) yang diikutinya menyatakan ia adalah seorang tukang becak (pedicab driver) atau mantan tukang becak. Helooow, siapa yang melakukan “penipuan publik” sekarang? Hazmi Srondol atau Jack Soetopo?

1397788997460146473
1397788997460146473

Hanya bermaksud bercanda? Waduh, kalau akun anonim untuk kolom fiksi ya tidak masalah. Wajar malah. Tapi kalau untuk politik dan digunakan sebagai alat penistaan terhadap akun penulis asli, ini namanya apa?

Dan untuk menuntutnya secara hukum terkait pencemaran nama baik pun rasanya juga bakal sia-sia, secara dia hanya akun anonim saja.

Padahal, dalam dunia blogging dan nyata—saya hanya mengenal seorang “tukang becak” asli yang pintar menulis. Namanya mas Harry van Yogya dan sudah menerbitkan buku “The Becak Way”. Saya pun pernah kopdar dan berkunjung langsung ke yogya untuk bertemu beliau sambil ngopi di warung istri mas Harry di pasar Serangan Yogya.

Sudah begitu, apa mungkin engkong-engkong masih kuat ngenjot becak?

Boleh cek salah satu tulisan engkong Jack yang meng-klaim pengalamanannya dekat dengan presiden Soeharto dan Presiden AS sejak zaman Kennedy hingga Obama. Kutipannya sebagai berikut:

“Pertama kalinya saya ditugaskan di Indonesia, diakhir tahun 60-an. Ekonomi Indonesia porak poranda, kekacauan, kemelaratan dimana-mana. “

“Pengalaman saya, sebagai orang asing, yang bekerja untuk presiden AS, mulai dari Kennedy sampai Obama, sangat setuju perlunya regenerasi. “

Dari info klaim Jack—anggap saja benar, maka jika sekitar tahun 1969 sudah berkerja untuk Pak Harto dan jika usia kerjanya dimulai umur 35 seperti saya—maka di tahun 2014 adalah sekitar 80 tahun. Jadi wajar kiranya jika saya menyebutnya ‘engkong’ dan jadi paham kenapa draft tulisannya berantakan dan penuh typo yang parah. Mungkin menulisnya sambil batuk-batuk atau tangannya gemetaran karena pikunen (Jawa-red).

Wong jujur saja, saya pernah iseng menelepon engkong Jack saat masih belum melakukan pendzoliman ini dan saya pun sebenarnya kasihan dengan nada suara ngap-ngapan nya mengatur nafas. Antara energi hembusan dada yang melemah atau kelupaan memakai gigi palsunya. Entahlah…

Sudah begitu, anggap lagi klaimnya benar—bisa diartikan akun Jack ini adalah sejenis ‘agen’ yang berkerja untuk Amerika. Namun, saya fikir berlebihan jika ‘agen’ tersebut adalah sejenis agen rahasia seperti di film-film Hollywood mengingat kemampuan analisis masalah yang naudzubilah min dzalik sembrononya.

Ya, jadi saya rasa gelar ‘agen’ yang pas untuk akun Jack adalah agen pulsa elektronik atau agen gas elpiji 3Kg. Itu pun kalau ada disana.

Nah, itu baru dari informsi akun nya saja. Untuk data yang lainnya, wah… sepertinya perlu disediakan cermin besar untuk membuat engkong Jack mengaca diri. Cuman jangan sampai ia terkaget sendiri dengan wajah di cermin yang berbeda dengan foto yang itu-itu saja yang di pajang baik di kompasiana maupun akun sosial media lainnya.

2.“Google it”

Ya, sedikit ada benarnya konsep pencarian data dimulai dari “google it”. Saya pun sering menyarankan rekan-rekan di kantor untuk melakukan ini ketika sedang memulai sebuah konsep acara atau kerja. Siapa tahu sudah ada yang membuatnya. Jadi kita bisa memilih apakah kita akan meniru dan memodifikasinya atau bahkan membuat cara lain yang lebih seru dan baru.

Namun, untuk mencari benang merah sebuah kasus—saya fikir langkah ini masih sangat kurang. Hanya sekedar awal pembuka saja. Karena kita sama-sama tahu bahwa hasil pencarian di google hanya berupa link-link artikel dari media/blog/twitter yang siapa pun bisa membuatnya.

Jangankan sekelas Kompas, saya pun bisa membuat portal berita sebanyak anggaran dompet saya untuk membeli domain dan templete blog/situs premium yang harganya minimal $70 untuk desain yang menarik. Contoh nya situs berita humor saya www.srondolnews.com.

Selanjutnya tinggal kemampuan membagi lewat jejaring sosial atau penguasaan ilmu SEO yang baik yang akan membuat postingan kita akan muncul di halaman pertama atau awal di situs pencarian google. Jayalah blogger yang mempunyai pages facebook dan akun twitter yang pengikutnya ratusan ribu atau jutaan. Hehehe…

Sedangkan untuk sisi kebenaran dan keabsahannya, ya kita tahu sama tahu. Perlu saringan jiwa, pemikiran logis dan holistik untuk membedakannya.

Jadi, beruntunglah yang sewaktu kecil sering digembleng ustad/pendeta/biksu di tempat ibadah masing-masing untuk mempelajari kitab suci.

Untuk saya yang muslim, pelajaran “iqra” adalah basis segalanya. Kita dituntut untuk bisa membaca apa yang tersurat, tersirat bahkan hal yang seakan ‘tersembunyi’ yang sering guru kita sebut sebagai ‘hakekat’.

Pelacakan sumber sejarah, bertanya langsung kepada sosok-sosok pelaku utama hingga mengorek data lain seperti kronologis, berita dan lain sebagainya menjadi alat tambahan untuk memecahkan keping puzzle masalah yang berserakan.

Jika terpecahkan, kita ucapkan alhamdulillah atau puji Tuhan. Jikalau pun tidak—hanya tawakal dan berserah diri kepada Tuhan pemilik kebenaran sejati.

Nah, kembali ke beberapa hal yang disanggah akun anonim Jack.

a.Kasus Wilfrida

Nah, dari tulisan akun Jack—langsung bisa kita lihat sisi kelemahan dasar dari penggunaan teknik “google it” secara membabi buta. Google tidak mampu membaca desas desus dan berita A1 dari intelejen atau keluarga dekat.

Jangan harap kita bisa tahu kedekatan Prabowo dengan Mahatir saat masih menjadi menantu Pak Harto. Dari kedua orang tersebut, mudah baginya tahu sejarah Malaysia—bahkan obrolan tentang pengiriman 4 juta warga Indonesia saat pemilu saat awal adanya negara Malaysia.

Google pun saya yakin tidak tahu bagaimana dahulu keluarga pak Soemitro dibantu keluarga Najib Razak sewaktu dalam masa pembuangan.

[caption id="attachment_332213" align="aligncenter" width="576" caption="Prabowo, Shafee dan Wilfrida (sumber foto: sayangi.com)"]

13977896601379439359
13977896601379439359
[/caption]

Kalau pun ada, kisi-kisinya malah dari media Malaysia www.themalaysianinsider.com. Media itu menurunkan artikel berjudul “Indonesian presidential hopeful on mission to "save" teenage maid accused of murder” pada Minggu (29/9/2013) pukul 22.10 waktu setempat.

Sedikit kutipannya pun sempat muncul dalam berita lokal detik.com yang menuliskan sebagai berikut:

“Di artikel tersebut Prabowo disebut capres dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan saat ini melakukan pendekatan personal kepada Najib Razak untuk menyelamatkan Wilfrida. Kedekatan hubungan antara ayah Prabowo, Sumitro Djojohadikusimo, dengan ayah Najib Razak disebut menjadi faktor penting pendekatan yang dilakukan oleh Prabowo.”

Link selengkapnya ada di : http://news.detik.com/read/2013/09/30/025509/2372674/10/media-malaysia-pantau-perjuangan-prabowo-selamatkan-wilfrida

Mungkin saja para pendukung Jokowi keberatan dan akan selalu mencari-cari alasan penolakan prestasi Prabowo ini. Namun, bagaimana jika saya membagikan kronologis tanggal kejadian penyelamatan Wilfirda oleh pengacara Tan Sri Muhammad Shafee Abdullah yang diminta bantu dan dibayar Prabowo seperti dibawah ini, apakah masih mau menyangkal?

Kronologis Pengacara Wilfirida:

26 November 2010 - Wilfrida berangkat ke Malaysia tanpa dokumen ketenagakerjaan, diterima di Kelantan oleh agen perekrut, AP Master SDN. BHD. Passport dan dokumen penting Wilfrida dipalsukan, sehingga umur yang tertera berbeda dengan umur asli, tanggal lahir Wilfrida dirubah dari 12 Oktober 1993 menjadi 8 Juni 1989.

7 Desember 2010 - Wilfrida diduga membunuh majikannya, Yeap Seok Pen (60), dengan pisau dapur. Kemudian ia ditangkap polisi Daerah Pasir Mas di kampong Chabang Empat, Tok Uban, Kelantan, sekitar 5 jam setelah kejadian.

Desember 2010 s/d 2012 - Kasus Wilfrida diproses dengan sangat lama, tiga tahun ia mendekam di penjara Pangkalan Chepa, Kota Nharu, Kelantan. Awal 2012, kasus Wilfrida dilimpahkan ke Mahkamah Tinggi Kota Bharu.

26 Agustus 2013- Wilfrida dituntut hukuman mati terkait pembunuhan berdasarkan pasal 302 Kanun Keseksaan (Penal Code).

14 September 2013 - Wilfrida bertemu dengan Prabowo Subianto pertama kali di penjara Kelantan.

30 September 2013 - Prabowo Subianto mendampingi Wilfrida pada sidang tahap penuntutan, ia menunjuk pengacara terkemuka negeri Jiran, Tan Sri Muhammad Shafee Abdullah, untuk membantu Wilfrida. Tan Sri berhasil meminta penundaan vonis, untuk pemeriksaan lebih detil, ada 3 permintaan Tan Sri yaitu pemeriksaan kembali umur Wilfrida, pemeriksaan kesehatan, dan pemanggilan saksi.

17 November 2013 - Sidang lanjutan Wilfrida dilaksanakan, setelah hakim
mengabulkan 3 permintaan Tan Sri Muhammad Shafee Abdullah pada sidang sebelumnya.

29 Desember 2013 - Sidang lanjutan Wilfrida kembali dilaksanakan, kali ini hakim memeriksa bukti kondisi kesehatan Wilfrida.

12, 19, 26, dan 29 Januari 2014 - Sidang lanjutan dilakukan secara maraton, dan pengadilan memanggil semua saksi kunci. Sidang dipantau oleh Komisi HAM Malaysia, SUHAKAM.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun