Dalam satu minggu ini, saya berkunjung ke salah satu toko aksesoris haji/umrah di kota tempat saya tinggal. Ada satu hal yang membuat saya sedikit bertanya-tanya, yaitu tentang penempatan tasbih yang dibagi dua tempat.
Tempat pertama adalah satu rak besar yang terdapat beraneka jenis tasbih, dari berbahan plastik, batu hingga aneka kayu. Ada yang harganya sangat murah, sekitar Rp 5.000 hingga kelas menengah yang harganya sekitar 50 sd 100 ribuan.
Sedangkan satu tempat yang lain—di belakang kasir terdapat beberapa kotak dan gantungan tasbih lain. Bentuknya sangat mengilat dan seakan berminyak dengan harga yang sangat fantastis. Untuk yang terdiri 99 butir seharga 200 ribu hingga 400 ribuan. Sedangkan yang 33 butir, harga yang saya keluarkan untuk menebusnya adalah 100 ribu rupiah.
[caption id="attachment_380459" align="aligncenter" width="497" caption="Tasbih (konon) Kayu Kaukah"][/caption]
Ternyata, tasbih yang penempatannya khusus ini katanya terbuat dari kayu kaukah atau sering juga ditulis kayu kokka dengan bahasa arabnya fukaha.
Nah, menariknya—dalam kotak tasbih 33 butir ini, terdapat sejenis informasi tentang tasbih kayu kaukah ini. Di sana tertulis jika kayu jenis digunakan sebagai bahan pembuat kapal Nabi Nuh AS. Bahkan konon kayu ini juga dipakai sebagai bahan gagang pedang Rasulullah Saw.
Bahkan fantastisnya, dalam lembaran kecil tersebut juga memberikan informasi manfaat tasbih dari kayu ini. Konon, jika yang memakainya akan dijauhi hantu jembalang, dapat menghilangkan beraneka macam penyakit bahkan jika tersentuh/tergigit ular—maka bisa ular akan netral dan tulang ular akan rontok.
Wew. Bisa jadi ini benar—namun dengan catatan: selama kayu kaukahnya adalah asli. Namun bagaimana membuktikan tasbih “kayu kaukah” yang saya beli ini asli atau tidak?
Dari berbagai penelusuran, terangkum dua versi mengenai kayu kaukah legendaris yang menjadi bahan pembuat tasbih ini.
VERSI 1: KAYU BAOBAB
Kayu Baobab, dengan nama latin Adansonia Digitata biasa tumbuh di Afrika dan Australia. Pohon ini ukurannya sangat besar, boleh disebut “raksasa”. Tingginya ada yang mencapai 46 meter dengan diameter 11 sd 16 meter.
Saking besarnya—ada pohon Baobab yang berusia ratusan tahun dan di dalam nya bisa dibuat rumah. Sangat masuk akal jika bahan pembuat kapal Nabi Nuh terbuat dari kayu pohon ini.
Dari pencarian “Baobab Handycraft”, terlihat berbagai jenis kerajinan kayu maupun mebel yang memang sangat mengilat, keras, dan halus tekstur serat kayunya.
Buahnya yang seukuran pepaya ini, mengandung vitamin C enam kali lipat dari jeruk. Kadar kalsiumnya juga lebih tinggi dari susu.
[caption id="attachment_380460" align="aligncenter" width="526" caption="Pohon/kayu Baobab"]
Mengagetkannya, ternyata pohon ini juga tumbuh di Indonesia. Di sini, pohon Baobab terdapat puluhan batang yang berada di Subang, Jawa Barat. Masyarakat setempat menyebut pohon ini sebagai “Asem Buto” atau “Ki Tambleg”. Beberapa di antaranya sudah dikonservasi dan dipindahkan ke halaman rektorat Universitas Indonesia.
Konon, biaya pemindahan kayu ini membutuhkan biaya 100 juta/pohon. Saya menduga, penelitinya bukan sekedar ingin mencari informasi mendalam mengenai manfaat buah pohon Baobab yang disebut “superfruit”. Namun jangan-jangan—juga bagian dari pembuktian bahwa pohon ini adalah pohon yang disebut sebagai pohon kukah asli yang digunakan Nabi Nuh sebagai bahan pembuat kapalnya. Jangan-jangan loh, ya. Hehehe
VERSI 2 : TEMPURUNG (BATOK) KELAPA ARAB
Ada sebuah situs dari Malaysia menyatakan bahwa kayu kaukah yang beredar di Brunei, Indonesia, dan Malaysia ini hanya akal-akalan pedagang saja.
Menurutnya, tasbih kaukah ini bijinya berasal dari batok “kelapa arab” yang berasal dari tumbuhan jenis palm Attalea Funifera yang juga disebut Coquilla, Coco De Mer atau Melanococa.
[caption id="attachment_380461" align="aligncenter" width="525" caption="Tempurung Kelapa Arab"]
Seperti jenis pohon palm lainnya, tentu dasar batangnya sangat kasar dan sulit dijadikan biji tasbih. Walau jika batangnya digunakan untuk benda lainnya—contohnya gagang cangkul, tentu hasilnya lebih kuat dan mengilat. Mirip gagang cangkul almarhum ayah saya yang berasal dari batang pohon aren yang sesama marga Palm.
Biji tasbih yang diklaim sebagai “Kayu kaukah” ini menurutnya adalah berasal dari batok buah palm jenis ini. Karena batok “kelapa arab” ini memang tebal dan mengilat karena memang terdapat kandungan minyak di tempurungnya.
…
Lalu, bagaimana tasbih yang saya beli—dari kayu Baobab atau tempurung kelapa arabkah?
Ya, harus saya akui—dalam lubuk hati saya yang paling dalam, saya menduga tasbih “kaukah” yang sudah saya beli tersebut adalah dari tempurung kelapa arab tersebut. Karena kalau berasal dari kayu Baobab, tentu tidak terdapat retakan serat-seratnya. Harusnya lebih halus dan padat walau sama-sama mengilat dan seakan-akan berminyaknya. Dan di sini, saya berharap ada ahli biologi/perhutanan yang membantu mengecek/menelitinya lagi agar lebih pasti.
Namun, tetap saja saya tidak menyesal telah membeli tasbih ini. Karena dari sekian banyak tasbih yang saya miliki, tasbih ini paling mengilat, keras, dan mengeluarkan suara gemericik khas seperti benturan batu akik. Sangat nyaman untuk dipakai dan digerakkan oleh jemari,
Kalaupun ingin memiliki tasbih dengan kriteria mengilat, keras, dan terdapat sensasi suara gemericik ini, tentu bahan penggantinya yang tepat adalah batu akik. Sedangkan butiran batu akiknya, jika harga minimal per butir 10 ribu—tentu setidaknya saya keluar biaya 1 juta rupiah untuk tasbih 99 butir.
Apalagi, dengan kesadaran dan dugaan bahwa tasbih saya hanyalah terbuat dari bahan tempurung kelapa arab—setidaknya saya terhindar dari jebakan syirik. Serta kembali ke fungsi utamanya sebagai alat penghitung dan pemancing untuk terus ber-dzikir.
Maklum masih pemula, belum bisa dzikir otomatis tanpa alat dan hanya bermodal jemari seperti ustadz-ustadz atau kyai yang sudah makrifat.
Follow: @hazmiSRONDOL
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H