Mohon tunggu...
Hazmi SRONDOL
Hazmi SRONDOL Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis/Jurnalis

Jika kau bukan anak Raja, bukan anak Ulama. Menulislah...

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Indar Atmanto, Ksatria Terakhir Anak Kandung Indosat

27 Maret 2015   16:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:55 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1427447330665322730

Selasa (24/3/2015) kemarin saya hadir di acara sidang PK (Peninjauan Kembali) kasus kriminalisasi industri telko yang menimpa salah satu alumni ITB ini.

Sungguh dalam hati saya bercampur aduk antara kemarahan, kekesalan, prihatin, sedih dan lain sebagainya.

Ya, semenjak Indosat dijual tahun 2002 dan beralih kepemilikan. Indosat seperti sebuah pohon yang terlilit benalu. Kampanye soal perbaikan Indosat jika dipegang asing hanyalah omong kosong ternyaring yang pernah saya dengar.

Indosat hari demi hari terpuruk. Maksud hati pemerintah ingin untung, malah dapatnya buntung.

Ribuan karyawan-karyawan terbaik, lulusan sekolah dan kampus terbaik tergusur dan digantikan oleh orang dari negeri antah berantah yang tak kenal medan dan bahasa Indonesia. Tak jelas pula kompetensinya.

Tower-tower terjual dikala bisnis dunia sangat konsen dengan properti miliknya. Jangan-jangan, kelak indosat hanya tinggal lisensinya saja. Tak ada aset fisik yang tersisa.

Berharap transfer ilmu, e, malah ilmu kita disedot oleh mereka. Kalau cuman transfer bahasa Inggris, tukang becak di Malioboro juga fluent logatnya. Kenapa mesti impor?

Itu masih tak seberapa, usai Indosat hanya menyisakan 13% saham untuk pemerintah. Begundal-begundal oknum LSM bermain mencari celah. Mereka makin berani memeras Indosat. Jika tak diberi, satu korban sudah dibidik: Indar Atmanto!

Dan kini, hanya tinggal 1 peluru untuk melawan kompeni gaya baru ini, sindang PK.

Jika gagal, habis sudah salah satu direktur Indosat yang asli dari jalur staff karyawan. Semua direksi sebentar lagi hanya akan terisi orang asing yang tak tahu sejarah dan spirit "sumpah palapa" digital ini.

Ada pun sisa satu direktur loka non jalur staf, saya tak banyak berharap daya tahannya mampu bertahan sendirian melawan hegemoni direktur asing.

Saya harap, kali ini lembaga yudikatif lebar membuka mata dan hatinya. Tinggal satu langkah ini saja kesempatan membuktikan bahwa pengadilan menjadi sandaran harapan para pejuang telekomunikasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun