“Bapak! Ada kiriman dari Papua sampai rumah” kata istriku di telefon.
“Iya buk, tolong disimpan dulu baik-baik. Jangan sampai dimainin anak-anak” kataku meminta tolong.
“Iya pak. Eh, emang nya isinya apaan pak? Kok bungkusnya gede banget tapi ringan beratnya” tanyanya binggung.
“Nuklir buk”
“Hah?! NUKLIR…!!! Yang bener aja paaak!” tanyanya panik.
Aku hanya tertawa-tawa saja mendengar suara paniknya diseberang sana. Terbayang wajah pucat pasi istriku yang pasti akan benar-benar mengamankan kardus besar berbobot ringan itu dirumah.
Ehm, bener juga. Sesampainya di rumah, kardus besar itu itu tampak diletakkan sendirian di meja bulat di halaman belakang rumah. Tampak bungkus karung plastiknya belum diobrak-abrik anak-anak seperti bungkus-bungkus kiriman lainnya. Istri, anak-anak dan mbok asisten di rumah tampak masih berwajah kecut ketakutan menungguku.
“Buka pak, pengen liat nuklirnya kayak apa?” Tanya istriku hati-hati.
“Mboten mbleduk kan pak?” tanya mbok penasaran.
Aku hanya tersenyum lalu dengan berpura-pura hati hati, bungkus karton besar itupun aku buka. Sempat istriku menanyakan bau amis laut yang sedikit tercium di hidungnya saat kardus dibuka.
“Kok nuklirnya bentuknya jelek begitu pak?” tanya anakku keheranan yang dibarengi wajah istriku yang juga ikutan melonggo.
Akupun jadi tidak bisa menahan tawa. Memang nuklir kiriman dari Papua ini bentuk awut-awutan. Bahkan tidak jauh berbeda dengan ranting pohon. Cuman bedanya warnanya hitam mengkilap.
Benda itu bernama AKAR BAHAR. Sebuah tanaman laut yang tumbuh menempel di karang laut (bahar=laut: bhs. Arab) dan berbentuk akar.
Sedikit kujelaskan kepada istriku tentang akar bahar ini, tumbuhan ini mempunyai nama latin Antiphates Sp ini konon adalah tumbuhan yang mengandung unsur Radium alamiah dengan symbol (Ra) dengan nomer atom 88.
Dari Wikipedia, Radium ini dijelaskan berwarna hampir putih bersih, akan tetapi saat teroksidasi saat terkena udara dan berubah warnanya menjadi hitam legam. sama persis dengan akar bahar.
Radium ini juga mempunyai mempunyai tingkat radioaktivitas yangsangat tinggi. Dan isotopnya paling stabil,. Untuk Ra-226, dapat bertahan 1602 tahun dan setelah itu akan berubah menjadi gas radon. Widiiiiwww!
Tidak heran akar bahar yang juga di sebut kayu uli ini jamak dipakai jawara Betawi dan para pelaut. Bahkan para Biksu Budha pun konon termasuk yang jamak memakai tongkat akar bahar ini. Mereka berani menebusnya walau dengan harga puluhan juta untuk akar bahar yang berdiameter 1 cm.
Lebih menariknya, sebelum era kedokteran medis sekarang menggunakan radioaktif dalam pengobatan, mereka sudah menggunakannya sebagai obat penangkal racun, terapi maag dan rematik serta menambah stamina.
Ukurannya pun sangat presisi karena jumlah radioaktifnya natural dari Tuhan, bukan dari manusia yang rentan dengan kesalahan ukuran.
Wajar jawara Betawi sehat-sehat walau sudah berumur, disamping rajin berlatih silat, efek radium sudah menyatu lama dalam peredaran darahnya karena bertahun-tahun dipakai. Walaupun tetap saja ada sebagian yang menyangkal dan menganggapnya hanya efek sugesti saja.
“Pak, katanya Israel mau menyerang Iran pak. Gara-gara Iran mau bikin senjata nuklir. Wah bakal perang dong?” kata istriku.
“Biarin aja, kata Menteri Pertahanan Jerman-- Om Thomas de Maiziere: Israel gak bakalan menang buk. Bahkan bias hancur lebur sendiri melawan Iran” jelasku.
“Wah, gimana pak kalau Israel menyerang Indonesia. Bapak kan juga menyimpan nuklir di rumah” tanya sambil tertawa terkekeh.
“Lah biarin, gak bakalan berani dia datang ke Indonesia. Wong yang nenteng nuklir di tangan orang Indonesia kan banyak”
“Kok nggak berani pak? Emangnya kenapa?”
“Ya selain untuk pengobatan, akar bahar kan juga berguna untuk mengusir setan buk” jelasku.
“Oo… berarti negara Israel itu setan ya pak?”
Tauuuuk!
Hehehehe.
…..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H