Mohon tunggu...
Hazmi SRONDOL
Hazmi SRONDOL Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis/Jurnalis

Jika kau bukan anak Raja, bukan anak Ulama. Menulislah...

Selanjutnya

Tutup

Humor

Serial Married Part 3: Rika, Kembang Sekolah

4 Januari 2012   15:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:20 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1325691752952897198

“Pulang dulu ya Rika, banyak banyak bersabar” kata mbak Rus tetangganya sambil menepuk lengan atas Rika. Rika hanya mengangguk saja dan menunduk. Disibakkannya kain selendang yang dijadikannya kerudung pada acara mendhak ketiga kematian Bapak-nya. Rika sedikit melirik Mamaknya yang tampak makin tampak kurus. Semenjak tiga tahun yang lalu, saat meninggalnya pak Wanto–Bapak nya Rika ternyata kejadian itu sangat memukul kejiwaannya. Mamak Rika entah mengapa tiba-tiba gampang sekali sakit. Bahkan pilek saja bisa lama sekali sembuhnya. Konon cerita beberapa tetangga, mamak Rika terkena penyakit TEBE alias tekanan bathin. Sepertinya memang benar, perasaannya yang rusak. Pak Wanto, bapaknya Rika ini bukan hanya sekedar suami tetapi sudah segala-galanya baginya. Banyak yang bilang saat menikah dahulu orang mengira dia mau menerima lamaran Wanto hanya karena jabatan dan kekayaan Wanto. Memang, Wanto cukup berada untuk ukuran kabupaten tempatnya tinggal dan dilahirkan. Tapi sebenarnya bukan itu yang membuat mamak Rika terpesona. Ternyata, dibalik badan dan wajah bulat Wanto, terdapat sisi jenaka yang hanya Wati tahu. Pribadi rapuh seperti Wati memang membutuhkan sosok kuat dan jenaka seperti suaminya yang almarhum ini. Walau kadang sempat terdengar bisik-bisik dari beberapa orang tentang kelakuan bandel masa lalu suaminya, itu bukan hal yang penting bagi Wati. Baginya, lelaki yang sudah melamar dengan keluarganya ke rumah berarti pria itu adalah pria yang serius dan bertanggung jawab. Biarlah masa lalu Wanto biar Wanto yang telan. Mamak Rika akhirnya duduk termenung kembali ke kursi pojok rumah setelah acara membagi bungkus berkat nasi kotak itu selesai. Rika dan kedua adiknya mendekati mamak-nya, mereka tidak mengerti. Siapa yang mesti menghibur dan siapa yang harus di hibur dalam duka tiga tahun ditinggalkan suami dan ayah bagi anak-anakknya. “Rika, cepat tidur ya nak malam ini. Besok kan hari pertama sekolah” kata mamak. “Iya mak” jawab Rika “Mbak Rika, roknya sudah warna abu-abu yah? Kapan aku nggak  pakai celana merah lagi mbak?” tanya si Bontot adik lelaki satu-satunya di rumah. “Ya sabar tho dek. Sunat saja belom sudah mau SMU” kata Rika sambil tersenyum. Memang Rika anak paling disayang oleh bapaknya. Tapi si bontot ini ternyata lebih disayang oleh dua kakak perempuannya. Maklum,si Bontot memiliki beberpa garis kemiripan wajah dengan bapaknya, keculai tulang yang tampaknya tidak akan bulat tetapi oval karena si bontot ini mempunyai kans untuk berbadang lebih tinggi dan jangkung daripada almarhum bapaknya. Walau bibir radial benar-benar mirip tidak terbuang sama sekali. …….. Suasana SMU itu tampak sedikit membuat nyali Rika ciut. Sekolah tiga lantai tampak berdiri kaku mengelilingi lapangan basket di mana para siswa baru itu di kumpulkan. Bahkan banyak tatapan mata seperti menghujam ke arahnya. Tidak laki-laki, tidak perempuan. Tidak kakak kelas, tidak sesama siswa baru. Semua sama. Menatapnya. Ada yang menatap sambil tersenyum. Namun tak sedikit yang sinis. Apalagi yang berjenis kelamin sama alias perempuan. Nah yang paling asyik tentunya pandangan mata para pria. Ada yang sambil ngeces. Ada yang langsung menegakkan badannya, siapa tahu terlihat lebih gagah. Ada pula yang setelah melihat Rika langsung menerawang , pikirannya melayang layang membayangkan berlari-larian kejar-kejaran di lapangan seperti film India. “KAMU!” Rika terkaget dan tergagap dengan suara bentakan dari kakak kelas yang hanya terlihat hidung dan bibirnya saja. Mata nya tertutup bayangan topi yang dipakainya. Tak ada senyum. Dingin. “YA KAMU! MALAH CELINGAK CELINGUK! RAPIKAN BARISANMU!” bentaknya lagi sambil ngeloyor pergi. Rika tampak gugup dan kembali menuju barisannya. Siang yang menyebalkan. Baru masuk sudah di bentak. Rika tahu jika biasanya minggu pertama sekolah ada sejenis ospek, ploncoan atau gojlokan. Tapi ini kan baru dibagi kelasnya. Baru perkenalan. Resminya juga besok. Barang-barang dan peralatan orientasi yang mesti bawa pun baru tadi pagi di beritahu. Saking kesalnya, Rika mengepalkan tanggannya ke arah punggung kakak kelas cowok yang tadi membentaknya. Seakan-akan hendak menantangnya bertinju. SIAL! Baru tangan nya di angkat dan di kepalan nya diarahkan, mendadak Kakak kelas itu berhenti dan membalikan badan 180 derajat. Ada sepersekian detik kepalan itu mengarah tepat berada di satu garis lurus pandangan mata. Rika langsung berusaha menarik kepalan tangannya dan di tekuk ke arah muka nya sendiri. Mirip orang yang hendak melihat jam tangan. Sayang, kakak kelas itu tidak bodoh. Dari jarak 7 meter, dia memberi tanda dengan telujuk ke pergelangan kirinya. Hohoooo… sepertinya Rika ke-gap, kakak kelas yang diacungin kepalan tangan itu mengingatkan bahwa jam tanganmu ada di pergelangan tangan kiri, bukan tangan kanan yang dipakai untuk mengacungkan kepalan tinju. Rika hanya menunduk dengan muka merah padam, malu. ………. “Ya biasa lah nak tradisi skolah di sini. Kalau ada yang cakep-cakep langsung jadi sasaran” kata bu kantin saat mendengar curhatan Rika tentang kelakuan kelakuan kakak-kakak kelasnya. “Maksud nya bu?” tanya Rika keheranan. “Ya, mbak Rika kan kembang sekolah yang baru” katanya datar. “Kembang? Kembang sekolah?” katanya mengulang tanda semakin heran. “”Walah nduk, ayu-ayu kok nggak sadar diri…” kali ini bu kantin tertawa sambil menggelengkan kepala. Rika terdiam. Rika mulai menginggat-ingat ulang beberapa kejadian yang menimpanya selama 2 minggu di sekolah ini. Ada beberapa keanehan saat orientasi sekolah. Ada yang kakak kelas yang begitu baik menyediakan berbagai macam kebutuhah barang-barang aneh untuk orientasi. Namun tak kurang banyak juga yang mengintimidasi nya. Bahkan kejadian digiring tiga kakak kelasnya yang cewek di toilet. Hampir hampir terkunci dan kalau saja tidak ada guru yang hendak ke toilet, tentu saja Rika akan terpenjara dalam toilet hingga malam hari atau jangan-jangan keesokan harinya. ….. DUK! Kaitan kaki tiga kakak kelas itu membuat Rika terjatuh. Ketiga kakak kelas yang cewek itu tampak tersenyum sinis. Rika pun tampak mengkeret. Mereka itulah yang pernah membawanya ke dalam toilet dan menguncinya. “Heh, jadi anak jangan sok kecakepan yah!” kata satu nya yang sebetulnya juga berwajah cantik. “Jangan suka tebar-tebar pesona deh” sahut yang lainnya “Awas kalau berani dekat dekat si Andre! Dia itu pacar Anis tauk!” bentak yang satunya lagi. Cewek yang di panggil Anis itu tampak tersenyum pongah. Rika hanya terdiam saja. Dan aneka macam cacian ala perempuan itupun meluncur dari ketiga cewek yang sepertinya para kembang sekolah sebelumnya. Tidak puas mencaci, satu tangan pun mampir ke jidat Rika. Rika pun menangis. Dan tangisan ini ternyata yang membuat mereka puas dan meninggalkan Rika sendirian. Tak menunggu lama, Rika segera mengusap airmatanya sendiri dan berjalan tergesa-gesa keluar dari toilet sialan itu. Memang panggilan alam tidak ada yang bisa menolaknya. Rasa kebelet pipis saat pulang sekolah membuat harus menuju ke tempat itu. Yah mau bagaimana lagi, perempuan tidak punya toler pipa yang bisa seenakya dibuka tutup jika kebelet seperti cowok. Cowok jika sudah genting bisa kemana saja, pohonpun bisa jadi toilet dadakan. Lebih genting lagi, botol bekas minuman mineral pun bisa jadi pisspot darurat. ……… “Ayo gonceng aku saja, gratis kok” tawar Aris di pagar sekolah. Rika diam saja. “Sudah, ayoo… Angkot sudah habis tuh” Akhirnya dengan terpaksa Rika menuruti, walau Rika tahu Aris semenjak orientasi sudah beberapa kali bersikap manis, manis buatan tentunya itu mencoba menarik perhatiannya namun Rika selalu menghindar. Bukan apa-apa, Aris  ini rada kurang tahu diri. Baginya bau keringat nya itu sexy, padahal nuzubilllah luar biasa memabukkan. Namun dalam kondisi seperti saat ini. Segera sampai rumah adalah sesuatu yang sangat mendesak. Hatinya masih kacau dengan perlakuan Anis and the gank sebelumnya. Tak begitu lama motor bebek itupun hidup, Rika memberi batas tasnya agar tidak bersentuhan langsung dengan Aris si bau kelek. Angin yang berhembus semakin keras saat motor itu berjalan. Perutnya mual menahan bau keringat itu. GLUK… Gluuuk… gluk! Mendadak motor Aris mogok, sekitar 200 meter berjalan. Aris terkaget saat melihat bensin motornya habis. Dia binggung, perasaan pagi sebelumnya tangki motor bebeknya sudah penuh. Kenapa mendadak habis? Dalam kebinggungan, tiba-tiba suara cempreng motor berhenti di belakangnya. “Knapa Ris? Motor mogok?” Aris diam saja. Rika tampak berkerut kening melihat sosok yang baru turun dari motor Ninja hijau itu. Dia ingat! Dia kak Andre. Pria yang membuatnya di pepet di pojokan toilet oleh para genk cewek beberapa saat yang lalu. Rika sedikit melengos saat mata itu menatapnya. Ada sedikit detak jantungnya berdetak lebih cepat. Tapi bentakan awal orientasi sekolah dan para genk cewek itu membuatnya mendadak sebal. “Aku antar saja” kata Andre “Nggak usah Ndre, Rika mau kok aku antar” “Motormu mogok, mosok Rika mau kamu suruh jalan ke pom bensin. Masih jauh” “Nggak usah!” kata Aris meninggi. “Ya sudah” kata Andre lalu kembali ke motornya dan mulai menginjak starter. Cukup tiga kali hentakan, suara motor itu pun keluar lagi dengan cemprengnya. Khas suara motor 2 tak. Lalu saat gigi persenelingnya mulai dimasukan. “Aku ikut kak!” kata Rika tiba-tiba. Aris melonggo. Rika tidak. Rika langsung duduk ala ibu-ibu di motor Andre. Saat hendak memberi jarak seperti Aris, Rika sedikit kesulitan karena jok motor itu jenis sport yang membuat badan Rika merapat dengan sendirinya kemotor itu. “Maaf mas Aris, aku buru-buru” kata Rika tanpa meminta persetujuan. Toh Rika yang punya hak memilih motor mana yang harus digoncenginnya. Samar-samar terlihat bibir Andre yang tersenyum. Motorpun berjalan pelan. “Pegangan Rika” “Emoh…” “Nanti jatuh” “Nggak” “Bahaya loh” “Biarin” “Hmmm, coba lihat di depan sana” “Emang ada apa?” “Polisi” “Ah masa?” Andre pun tampak  mulai mengerem motornya di lampu merah itu. Tapi ternyata tidak. Sesaat di depan garis di tariknya gas motornya hingga motornya berbunyi meraung. Polisi itu pun melihatnya. Adu mata terjadi. Polisi tampak menghidupkan motor RX King nya. “Pegangan! Polisi itu mau mengejar kita!” Rika panik dan langsung memegang pinggang Andre dengan kuat. Benar, Polisi itu tampak mengejarnya. Andrepun segera memacu motornya cepat, berkelak-kelok. Beberapa kali sentakan motor sport itu membuat Rika sedikit terguncang. Rika ketakutan. Andre tidak, pegangan tangan Rika dan kepala yang disembunyikan di punggungnya membuatnya nyaman. Dan tentu saja tambah nyaman dengan bantal daging yang juga terasa lembut merapat. Kembali samar-samar senyum terkembang dengan tertahan di bibirnya. “PRIIIIIIIT!” [Bersambung part 4]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun